JOGJA – Selasa malam (19/2), Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) ke-14 ditutup. Di hari terakhir PBTY, ribuan masyarakat, wisatawan asing dan domestik memenuhi Jalan Ketandan.

Acara yang didukung Dinas Pariwisata DIY tersebut telah berlangsung sejak Rabu (13/2/2019). Berbagai macam atraksi yang berkaitan dengan Imlek digelar. Mulai dari kuliner khas Tionghoa, pagelaran kesenian, hingga atraksi kebudayaan Malioboro Imlek Carnival.

Ketua Dinas Pariwisata DIY, Singgih Raharjo mengatakan, PBTY menjadi suguhan wisata yang menawan. ‘’Semoga dengan adanya PBTY ini semakin banyak wisatawan datang ke Jogja,’’ kata Singgih.

Sedangkan Ketua PBTY Ke-14 Tri Kirana Muslidatun mengatakan pesta budaya Tionghoa PBTY menjadi bukti Kota Jogja sebagai kota yang menjunjung toleransi dan perbedaan. ‘’Semua warga masyarakat Jogja terlibat dalam kegiatan ini,’’ ujar istri Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti tersebut.

Penyelenggara PBTY melibatkan tidak hanya warga Tionghoa dalam kemeriahan PBTY tersebut. Sehingga keragaman dan kebinekaan juga terlihat di acara tahunan tersebut.

Anak-anak juga dilibatkan dalam aneka lomba. Ada lomba tari-tarian dan nyanyi Mandarin. Ada pula lomba shufa, lomba jianzhi, hingga lomba mendongeng dalam bahasa Mandarin.

Shufa atau kaligrafi Tiongkok menjadi salah satu lomba yang diminati. Lomba tersebut digelar di panggung Bahasa Mandarin Kampung Ketandan. Panitia juga mengadakan workshop tentang shufa. Mengenalkan seni kaligrafi Tiongkok kepada pengunjung PBTY.

Jianzhi atau chinese paper cutting juga dilombakan. Seni menggunting kertas asal Tiongkok tersebut dahulu ditekuni masyarakat pedesaan di Tiongkok. Kini makin dikenal secara nasional.

Ketua panitia lomba PBTY, Rudanti Widya mengatakan, ragam lomba dan workshop bertujuan mengenalkan budaya Tiongkok pada generasi muda. “Diharapkan peserta lebih mengenal budaya Mandarin,” ujarnya. (*/cr8/cr9/iwa/mg3)