Penyelenggaraan kesejahteraan sosial tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Namun juga melibatkan tanggung jawab sosial dari masyarakat. Ini sejalan dengan amanat pasal 38 UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

Bunyinya, masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Peran itu dapat dilakukan oleh perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan dan lembaga swadaya masyarakat.

Kemudian organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial dan lembaga kesejahteraan sosial asing. “ Peran itu dilakukan untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan kesejahteraan sosial,” ujar Anggota Komisi D DPRD DIY Nandar Winoro, Minggu(25/2).

Lembaga-lembaga itu dikenal pula sebagai pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial atau potensi dan sumber kesejahteraan sosial (PSKS). Dikatakan, PSKS terdiri atas perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat. “Mereka dapat berperan serta menjaga, menciptakan, mendukung, dan memerkuat penyelenggaraan kesejahteraan sosial,” jelasnya.

Merujuk Peraturan Menteri Sosial RI No. 8 Tahun 2012 ada 12 jenis PSKS. Yakni pekerja sosial profesional, pekerja sosial masyarakat, taruna siaga bencana dan lembaga kesejahteraan sosial. Selanjutnya karang taruna, lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga, keluarga pionir, wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat serta wanita pemimpin kesejahteraan sosial. Selanjutnya,  penyuluh sosial, tenaga kesejahteraan sosial kecamatan dan dunia usaha.

“  Dunia usaha adalah organisasi yang bergerak di bidang usaha, industri atau produk barang,” kata dia.  Atau jasa juga serta badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD) serta/atau wirausahawan beserta jaringannya. “Mereka peduli dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagai wujud tanggung jawab sosial,” katanya.

Bicara soal tanggung jawab sosial, DPRD DIY tiga tahun lalu pernah mengajukan inisiatif Raperda tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan. Kini raperda itu tekah disahkan menjadi Perda DIY No. 6 Tahun 2016 Penyelenggaraan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TSLP).

Diakui, TSLP merupakan konsep yang terus berkembang.  Dunia usaha atau perusahaan dituntut  ikut serta memerhatikan nilai-nilai ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat serta menjaga kelangsungan lingkungan hidup dengan menghindari hal-hal yang bisa menimbulkan kerusakan lingkungan hidup demi kesejahteraan bersama.

“TSLP adalah konsep di mana perusahaan berkontribusi kepada masyarakat agar kehidupannya lebih baik dan kondisi lingkungan tetap terjaga,” katanya.

Konsep TSLP yang ada di Perda DIY No. 6 Tahun 2016  merupakan upaya yang terencana dan teruku mengelola dan mengembangkan berbagai potensi usaha perdagangan, industri, jasa dan pariwisata budaya yang  tumbuh sangat pesat.

Potensi tersebut telah dimanfaatkan dan didayagunakan oleh berbagai perusahaan nasional dan BUMN, BUMD serta swasta maupun perusahaan asing yang beroperasi di DIY.

Berbagai jenis dan bentuk perusahaan itu sejauh ini memberikan manfaat berupa pembayaran pajak dan retribusi serta menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian, seiring dengan globalisasi, perusahaan dituntut memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan sehingga dapat meminimalisasi dampak negatif kehadiran perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan.

“UU entang perseroan terbatas telah mengadopsi konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan sebagai kewajiban perusahaan yang bergerak di bidang dan/atau yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam,” ungkap Nandar.

Di samping itu beberapa undang-undang tentang penanaman modal, undang-undang tentang mineral dan batu bara dan undang- undang tentang kehutanan juga mengatur mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam berbagai bentuk. (kus/mg2)