JOGJA – Keraton Yogyakarta adalah pusat peradaban. Keraton Yogyakarta memiliki catatan sejarah yang sangat panjang. Sarat makna. Penuh makna.
Sayang, sebagian catatan sejarah mahapenting tersebut hilang. Tidak lagi dimiliki oleh Keraton Yogyakarta. Hilangnya banyak naskah bernilai tinggi yang berisi ajaran leluhur tersebut terjadi awal tahun 1800. Tepatnya, sejak Geger Sepehi pada 1812 di mana Keraton Yogyakarta diserbu oleh pasukan Inggris.
Dalam peristiwa tersebut, Keraton Yogyakarta menanggung kerugian besar. Ada banyak sekali naskah milik Keraton Yogyakarta dibawa oleh pasukan Inggris.
Sekitar 207 tahun lamanya naskah-naskah tersebut tersimpan dan berada di Inggris. Kini naskah-naskah tersebut dikembalikan ke Keraton Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono X yang berhasil menjalin kerjasama dengan Inggris terkait naskah-naskah tersebut. Tahun ini naskah-naskah tersebut akan diserahkan kepada Keraton Yogyakarta dalam bentuk digital.
Untuk memperingati momentum spesial tersebut, sekaligus Mangayubagya 30 Tahun Masehi Sri Sultan HB X Bertakhta, Keraton Yogyakarta menggelar dua kegiatan istimewa. Pertama adalah Simposium Internasional ”Budaya Jawa dan Naskah Keraton Yogyakarta” yang diselenggarakan pada 5 dan 6 Maret di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta. Kedua yakni Pameran Naskah yang dilaksanakan di Kagungan Dalem Bangsal Pagelaran pada 7 Maret hingga 7 April.”Ini untuk mendekatkan masyarakat pada akar budaya,” ujar Ketua Panitia Mangayubagya 30 Tahun Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara di Bale Raos (8/1).
Putri bungsu Sri Sultan HB X ini menegaskan, ada missing link yang terjadi di masyarakat seusai peristiwa Geger Sepehi. Oleh sebab itu, pihak Keraton Yogyakarta ingin memperkenalkan kembali peristiwa sejarah yang terlewatkan itu. Simposium internasional ini diharapkan menjadi sarana edukasi dan penyebaran nilai budaya Jawa. Kegiatan yang terbuka untuk umum ini menghadirkan beberapa pembicara dari dalam dan luar negeri. Di antaranya, sejarahwan dan peneliti budaya Jawa Peter Carey, perwakilan British Library Annabel Teh Gallop, hingga peneliti gamelan Jawa dari Amerika Serikat Riger Vetter.
Sedangkan pameran naskah atau manuskrip sejarah di Kagungan Dalem Bangsal Pagelaran merupakan momentum kali pertama bagi Keraton Yogyakarta. GKR Bendara menekankan bahwa berbagai manuskrip itu asli dari Keraton Yogyakarta. Ada pun ragam manuskrip yang dipamerkan antara lain babad, serat, hingga aneka cathetan dari perpustakaan Keraton Yogyakarta KHP Widyabudaya. Ada pula teks-teks bedhaya, srimpi, pethilan beksan, dan cathetan gendhing yang berasal dari koleksi KHP Kridhamardawa.
”Kami ingin para pelajar hingga mahasiswa bisa melihat dan mengenal lebih dekat tentang Keraton Yogyakarta,” jelas Ketua Panitia Simposium Internasional Budaya Jawa dan Naskah Keraton Yogyakarta GKR Hayu. (cr9/amd/mg4)