JOGJA – Penyelenggaraan program teaching factory (Tefa) menjadi bagian dari pelaksanaan revitalisasi SMK. Revitalisasi itu menjadi momentum meletakkan fundamental pendidikan kejuruan dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) terampil dan berkarakter.

“SMK diharapkan dapat menciptakan generasi muda yang kompeten dan punya keahlian siap pakai yang dibutuhkan dunia usaha maupun dunia industri,” ungkap Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY Aragani Mizan Zakaria saat dialog khusus membahas Penyelenggaraan Tefa di SMK di DIY pada (23/3).

Tefa merupakan konsep pembelajaran di SMK berbasis produksi/jasa yang mengacu kepada standar dan prosedur di dunia industri. Ini sesuai karakteristik pendidikan kejuruan. Yakni mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja. Kemudian, didasarkan kebutuhan dunia kerja dan penguasaan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja.

“Teaching factory merupakan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan tujuan membangun karakter siswa berwawasan kerja yang berjiwa wirausaha,” ungkap mantan kepala Balai Pendidikan Menengah Sleman Disdikpora DIY ini.

Dia juga mengapresiasi keberhasilan sejumlah SMK yang dinilai sukses menjalankan program Tefa. Aragana berpesan dalam penyelenggaraan program itu para guru juga meningkatkan literasi. Baik literasi media, budaya maupun literasi manajerial.

Anggota Komisi D DPRD DIY Hamam Mustaqim menilai, anak yang berani menjadi siswa SMK harus diapresiasi. Pilihan itu menunjukkan mereka telah menentukan pilihan hidup bagi masa depannya. “Pilihan itu diputuskan sejak dini. Itu harus dihargai. Para siswa SMK itu merupakan siswa yang luar biasa,” ujar Hamam.

Dikatakan, metode pembelajaran Tefa telah mengintegrasikan dua lingkungan utama di setiap kegiatan peserta didik. Yakni lingkungan sekolah dan industri. Peserta didik tak hanya melakukan kegiatan belajar di sekolah. “Secara fundamental menempatkan peserta didik dalam situasi nyata di tempat kerja secara menyeluruh,” ungkap dia.

Peserta didik tidak hanya memperoleh pengetahuan teoritis. Namun mereka mampu menerapkan praktik berbasis produksi sebagaimana diterapkan dalam kegiatan industri. Itu membuat peserta didik memperoleh keterampilan. Proses dan sikap ini sesuai dengan standar industri. “Kompetensi pendidikan sesuai dengan kebutuhan industri,” lanjut Hamam.

Pembelajaan Tefa, sambung dia, diharapkan menghasilkan lulusan sesuai kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (Dudi). Dengan pelaksanaan Tefa itu dapat menanamkan jiwa kewirausahaan bagi siswa. Tefa dapat menghasilkan produk barang dan jasa yang berkualitas dan bisa diserap masyarakat.
“Dalam konsep sederhana teaching factory merupakan pengembangan dari pendidikan sistem ganda. Itu mengharuskan sekolah memiliki tempat praktik yang dirancang sedemikian rupa sehingga menyerupai lingkungan kerja,” kata Hamam.

Konsep Tefa menggabungkan belajar dan lingkungan kerja yang realistis dan memunculkan pengalaman belajar yang relevan. Tujuannya secara efektif mengintegrasikan kegiatan pendidikan, penelitian dan inovasi dalam satu konsep tunggal. Yakni melibatkan industri dan akademik. Pembelajaran Tefa terfokus pada integrasi industri dan akademik lewat pendekatan kurikulum, pengajaran dan pelatihan. (kus/mg3)