SLEMAN – Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengatakan, setiap agama mengajarkan tentang kemanusiaan, cinta kasih, dan toleransi. Karena itu, sejak usia dini anak-anak juga harus disadarkan tentang sikap toleransi.
”Dan tidak dengan pendekatan kekerasan,” ujarnya saat bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menghadiri acara Pelatihan Pengawas Sekolah Program Penuatan Kapasitas Auditor dan Pengawas Sekolah di Gedung P4TK, Senin(25/3).
Dia pun mencontohkan kasus terorisme yang terjadi belum lama ini, bisa dicegah dengan pendekatan bahasa hati. Pria yang akrab disapa Buya Syafii itu pun berpesan kepada para guru, agar menanamkan sikap toleransi kepada anak dengan kesabaran. Dia juga ingin agar pendidikan agama tak hanya menyentuh wilayah kognitif para siswa. Tapi juga berpengaruh pada sikap afektif dan penerapannya.”Seperti moral, etika, dan rasa,’’ jelas pendiri Maarif Institute itu.
Mendikbud Muhadjir Effendy menyampaikan, saat ini perlu digali kembali semangat kebersamaan. Yakni menanamkan kembali rasa saling menghargai dan menghormati. Lembaga pendidikan, seperti sekolah dan para pengajar juga perlu menggunggah lagi rasa kebhinekaan para siswa.
Pelatihan pengawas sekolah yang dilaksanakan di kantor Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika Senin(25/3), merupakan program pendidikan.
Program yang digagas Maarif Institute bekerja sama dengan Inspektorat III Itjen Kemendikbud itu bertujuan memperkuat pengetahuan dan keterampilan para auditor dan pengawas sekolah. Yakni dalam rangka merawat dan memromosikan toleransi dan multikulturalisme di sekolah.
Inspektur III Itjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Muhaswad Dwiyanto mengatakan, saat ini bangsa Indonesia kerap dihadapkan pada persoalan pelemahan ideologi. Hal ini disebabkan banyak hal. “Yang kami soroti adalah pemahaman-pemahaman radikal dan ekstrimisme,” ujar Muhaswad.
Untuk menekan pemahaman-pemahaman radikal, Muhaswad berpendapat bahwa sekolah menjadi salah satu saluran terpenting selain keluarga. Penanaman ideologi bahwa agama sendiri dianggap yang paling benar, menjadi salah satu faktor yang mendorong sikap intoleransi. Hal itu pula yang tak jarang memunculkan kasus-kasus perundungan hingga tawuran di kalangan siswa sekolah.
Oleh sebab itu, dia pun meminta seluruh pihak, baik guru maupun pembuat kebijakan kurikulum untuk menggalakkan lagi ilmu terkait toleransi. Itu bisa melalui kurikulum pendidikan agama, hingga pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan. Melalui langkah tersebut, dia berharap ancaman inteloransi dan radikalisme bisa dicegah, atau didetaksi sedini mungkin. (cr9/din/mg2)