JOGJA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIJ akhirnya mengambil kebijakan atas berbagai kasus konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Seperti kasus yang menimpa Slamet Jumiarto pekan lalu. Warga yang ditolak tinggal di Dusun Karet, Desa Pleret, Bantul. Kasus tersebut telah selesai secara damai dan peraturan dusun yang dinilai diskriminatif telah dicabut.
Untuk mencegah hal serupa kembali terjadi, Pemprov DIJ megeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 1/INSTR/2019 tentang Pencegahan Potensi Konflik Sosial, Jumat (5/4).
Sekretaris Provinsi DIJ Gatot Saptadi menjelaskan, teknis pelaksanaan instruksi tersebut sifatnya berjenjang. Masing-masing bupati dan wali kota diminta segera mengeluarkan kebijakan dan melakukan koordinasi.
”Yang jelas keputusan terendah ada di desa, salah kalau dusun atau kelompok masyarakat di bawahnya mengeluarkan aturan,” jelasnya kepada wartawan, di Kepatihan, Jumat (5/5).
Terbitnya instruksi ini berarti gubernur memiliki kewenangan untuk menegur dan memberi sanksi bagi yang melanggar. Baik sanksi secara penyelenggaraan pemerintah, sanksi personal maupun sanksi jabatan.
Gatot menegaskan aturan dan kesepakatan yang dibuat warga baik tertulis maupun tidak tertulis harus sepengetahuan pemerintah desa. ”Kalau misalnya cuma untuk urunan pengelolaan sampah, pembangunan desa monggo saja, tidak mengikat,” katanya.
Gatot menambahkan, berkembangnya perumahan eksklusif juga menjdi perhatian. Dia mengimbau para bupati dan wali kota untuk tidak mengeluarkan izin jika ada gagasan pembangunan yang diskriminatif. Sementara untuk perumahan eksklusif yang sudah berjalan, pengembag harus melakukan evaluasi. ”Perumahan eksklusif dan lain-lain kalau benar-benar melanggar nggak usah dikeluarkan izinnya,” tegasnya.
Dia juga mengaku cukup prihatin dengan fenomena konflik sosial yang kerap terjadi di tahun politik menjelang Pemilu ini. ”Apakah terkait 17 April saya juga nggak tahu,” ungkapnya.
Dalam instruksi gubernur itu tidak disebutkan batas waktu untuk melaksanakannya. Namun pihaknya berharap pemerintah daerah segera menata warganya agar lebih kondusif. ”Jogja itu isinya multiagama multisuku multiras, kalau mau disenggol-senggol riskan sekali,” tandas Gatot. (tif/ila)