BANTUL – Dosen Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Dr dr Arlina Dewi, MKes melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat di Aula Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, Sabtu (20/4).
Kegiatan pengabdian masyarakat ini bertujuan mengenalkan instrumen akreditasi klinik. Acara ini diikuti oleh 33 peserta yang berasal dari 25 klinik kratama se-Kabupaten Bantul. Pelaksanaan pengabdian masyarakat diadakan bersamaan dengan pelantikan pengurus Asosiasi Klinik (ASKLIN) Kabupaten Bantul.
Menurut PMK 46 tahun 2015, klinik wajib terakreditasi dengan batas waktu ditunggu hingga akhir 2021. Oleh karena itu, apabila sampai akhir 2021 klinik pratama belum terakreditasi maka izin operasional klinik akan dihentikan.
Arlina Dewi menjelaskan, akreditasi klinik pratama sebenarnya jauh lebih sederhana daripada akreditasi puskesmas. ”Akreditasi klinik pratama hanya terdiri dari 4 bab, sedangkan akreditasi Puskesmas terdiri dari 9 bab. Masing-masing bab terdiri dari beberapa standar, kriteria, dan elemen penilaian,” ujar Arlina yang merupakan Direktur Klinik Pratama 24 jam Firdaus ini.
Menurut perempuan yang telah sukses melaksanakan akreditasi dengan lulus paripurna ini, total elemen penilaian akreditasi klinik pratama adalah 503 elemen. Bab-bab di dalam instrumen akreditasi menggambarkan empat upaya yang harus dilakukan oleh Klinik untuk memenuhi mutu klinik, yaitu kepemimpinan dan manajemen fasilitas kesehatan, upaya layanan klinis yang berorientasi pasien, manajemen penunjang layanan klinis, upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
”Terdapat rahasia sukses lulus akreditasi klinik pratama. Pertama, seluruh pegawai klinik harus bersama-sama memiliki komitmen untuk mewujudkan akreditasi. Kedua, kepala klinik harus benar-benar menguasai instrumen akreditasi klinik, karena motor penggerak akreditasi tidak akan berjalan apabila kepala klinik tidak menguasai instrumennya,” jelasnya.
Sedangkan yang ketiga, kepala klinik harus dapat membangun budaya mutu. Seluruh kegiatan administarsi dan pelayanan pasien perlu dilakukan monitoring dan evaluasi, dan dilakukan tindak lanjut untuk meningkatkan hasil. Hal tersebut harus berjalan secara berkesinambungan, atau dalam akreditasi dikenal dengan nama Continuous Quality Improvement (CQI).
Keempat, menetapkan indikator mutu dan indikator kinerja seawal mungkin karena indikator harus diikuti dengan bukti monitoring, evaluasi, serta bukti analisis untuk kemudian ditindak lanjuti. Sementara persiapan akreditasi memerlukan waktu minimal 6 bulan atau rata-rata 9 bulan.
Di akhir kegiatan, Arlina Dewi mengajak pengurus ASKLIN untuk menyelenggarakan kegiatan in house training secara rutin, misalnya, tentang patient savety, audit internal, pengelolaan rekam medis, farmasi, dan lain-lain. Kegiatan seperti ini akan sangat membantu para anggota ASKLIN untuk menyiapakan akreditasi klinik dengan sebaik-baiknya. (*/naf/ila)