GUNUNGKIDUL – Orang lanjut usia (lansia) hidup dalam kesendirian. Demikian temuan Forum Pendidikan dan Perjuangan Hak Asasi Manusia (Fopperham) Gunungkidul.
Direktur Fopperhan Gunungkidul, M. Noor Romadlon mengatakan, menggelar kegiatan sosial kepada lansia di Desa Kedungkeris. Ada tujuh dusun binaan di sana. Yakni, Sendowo Lor, Sendowo Kidul, Pringsurut, Kedungkeris, Kwarasan Kulon, Kwarasan Tengah, dan Kwarasan Wetan.
“Ketujuh padukuhan itu memiliki 738 lansia. Dari jumlah tersebut, 30 persen di antaranya hidup dalam kesendirian,” kata Romadlon, Rabu (24/4).
Dalam dua tahun terakhir, Fopperham menginisiasi perjuangan terhadap lansia. Temuan di lapangan cukup mengejutkan, karena tidak sedikit lansia hidup dalam kondisi memprihatinkan.
Dalam pendampingannya terhadap lansia, Fopperhan telah memiliki relawan pendamping terdiri dari ibu-ibu dan perempuan muda terdiri 57 orang. Kegiatan yang dilakukan antara lain, melakukan pendampingan, pendekatan psikologis, timbang badan, senam lansia dan pelatihan penanganan stroke. “Kami juga secara rutin mengunjungi lansia,” ujar Romadlon.
Relawan pendamping lansia Desa Kedung keris ini memiliki komitmen bersama dalam satu slogan, selangkah meraih berkah ngurusi simbah. Komitmen ini diturunkan dalam agenda kegiatan pertemuan dan menuliskan kegiatan tersebut dalam sebuah buku harian catatan pendamping lansia.
“Pendampingan terhadap lansia sangat penting. Terlebih, Gunungkidul terdapat permasalahan krusial yang patut menjadi perhatian bersama yakni, bunuh diri,” ungkap Romadlon.
Dalam catatannya, selama 2019 per bulan Maret tercatat 11 kasus bunuh diri. Dalam kurun waktu tersebut diprediksi angka bunuh diri akan lebih tinggi jumlahnya dari setidaknya tiga tahun teakhir. Sedangkan di 2018 terdapat 33 kasus, 2017 sebanyak 30 kasus dan 2016 berjumlah 30 kasus.
“Usia rata-rata korban bunuh diri terbanyak didominasi warga berumur 60-80 tahun,” kata Romadlon.
Sementara itu, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, Dinas Sosial (Dinsos), Sulistyo Hadi mengatakan, berdasarkan data yang ada di 2017, dari 38.253 PMKS, 18.420 di antaranya merupakan lansia terlantar. Penyebab banyak lansia terlantar dikarenakan dari kepedulian anggota keluarga yang kurang.
“Namun dalam penuntasan masalah PMKS ada kendala keterbatasan anggaran. Pada tahun ini dari APBD Kabupaten dianggarkan Rp 141 juta untuk masalah lansia terlantar dan disabilitas,” kata Sulistyo.
Kemudian anggaran dari pusat diusulkan bantuan terhadap 240 lansia nonpotensial. Nantinya mendapat Rp 200.000 per bulan, namun hal itu juga melihat kebijakan dari pusat.
Terpisah, Ketua DPRD Gunungkidul Demas Kursiswanto mengatakan, penanganan kasus bunuh diri harus dilakukan secara bersama-sama. Keterlibatan semua stakeholder dari organisasi pemerintah daerah (OPD), tokoh agama, hingga legislatif.
“Kami merekomendasikan Pemkab Gunungkidul untuk membuat yayasan atau panti jompo. Supaya lansia tidak merasa sendiri. Seperti diketahui, dari hasil kajian kebanyakan pelaku bunuh diri dari usia lanjut yang sakit menahun dan depresi,” kata Demas Kursiswanto. (gun/iwa/by)