DI PENGHUJUNG Maret, dunia akademik kembali dihebohkan dengan sebuah berita pemusnahan skripsi dan tesis di salah satu perguruan tinggi islam negeri di Makassar. Kejadian itu disinyalir sebagai upaya untuk menyeleksi berkas-berkas usang yang kemudian dijadikan dokumen dalam bentuk Portable Document Format (PDF) agar mudah diakses oleh masyarakat luas melalui jejaring internet.

Skripsi dan tesis sejatinya merupakan sebuah karya ilmiah yang diajukan untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan. Sebagai bukti mahasiswa/i pernah mengikuti pembelajaran dan berusaha memberikan kontribusinya dalam bentuk gagasan yang dituangkan melalui tulisan karya ilmiah.

Proses penyusunan skripsi dilakukan secara individual oleh setiap mahasiswa. Setiap mahasiswa memiliki jenis dan judul yang berbeda pada penulisan skripsi. Dilakukan secara individual dimaksudkan agar mahasiswa dapat mandiri dalam mendapatkan pemecahan masalah mengenai penelitian yang dilakukannya. Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui kemampuan masing- masing mahasiswa dalam mengerjakan skripsi. (“Stres Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Dalam Mengerjakan Skripsi,” n.d.)

Tidak hanya itu, dalam membuat karangan ilmiah ini para mahasiswa/i harus bertarung dengan berbagai rintangan dan ujian yang tidak mudah. Tidak heran bila cukup banyak mahasiswa/i yang menunda-nuda hingga ada yang kandas di tugas akhir ini, karena amat memberatkan jiwa dan pikiran.

Di akhir tahun 2018, dua orang mahasiswa Universitas Padjajaran (Unpad) ditemukan telah meregang nyawa di tempat tinggal mereka yang berada di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Aparat setempat mengindikasi bahwa kronologi kejadian tersebut disinyalir akibat bunuh diri.

Pada tahun 2004 terdapat data dari penelitian terhadap stres yang berhubungan dengan mahasiswa di fakultas psikologi Universitas Gajah Mada. Data tersebut meyebutkan bahwa terdapat 45,3% mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi mengalami stres. Selain itu penelitian yang dilakukan Rohmah (2006) di Universitas Gajah Mada menemukan bahwa stres pada mahasiswa yang sedang mengambil skripsi sebesar 39,2%.(“Hubungan Tingkat Stres Terhadap Motivasi Mahasiswa Dalam Menyelesaikan Skripsi Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Di Fakultas Kedokter,” n.d.)

Data lain juga menyebutkan bahwa sekitar seratus dari seribu mahasiswa/i stres berat setiap tahunnya akibat mengerjakan tugas akhir perkuliahan ini. Data ini menunjukan bahwa satu dari seratus orang mahasiswa/i sangat rentan dan berpotensi mengalami gangguan mental.

Menurut pendapat DeAnnah R Byrd dan Kristen J McKinney dalam tulisannya yang berjudul “Individual, Interpersonal, and Institusional Level Factors Associated with the Mental of College Students” (2012), mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi kondisi kesehatan mental mahasiswa. Di tingkat individu, kondisi emosional, kognisi, fisik, dan fungsi intrapersonal menentukan kondisi psikis mahasiswa.

Kenyataan ini seharusnya menjadikan kerja keras dan pengorbanan yang mereka curahkan mendapat apresiasi yang tinggi dan mendapat support mental dan finansial. Agar kedepannya, para mahasiswa/i yang lulus dapat mengembangkan dan meningakatkan skill dan gagasannya dalam ranah yang lebih besar lagi. Bukan malah karyanya disia-siakan bahkan dimusnahkan dari muka bumi ini, dengan dalih apapun.

Para akademisi yang baik dan budiman seharusnya dapat membicarakan dan memikirakannya secara masak-masak sebelum melakukan tindakan pemusnahan ini, karena bukan hanya civitas akademik yang merasakan imbasnya tetapi juga semua elemen kependidikan yang memiliki perhatian khusus dalam dunia literasi pasti akan merasakan sakit hati dan berusaha mencegah agar tidak sampai melakukan hal demikian. (tif)

*Penulis merupakan Mahasiswa Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga sekaligus santri di Pondok Pesantren Wahid Hayim Jogjakarta. Aktif di Perhimpuan Mahasiswa Cendekia Jogjakarta dan Lingkar Studi Islam Pembebasan (LSIP)