GUNUNGKIDUL – Kabar praktik money politics saat Pemilu 2019 bukan isapan jempol. Meski sulit dibuktikan, praktik haram itu menggerus perolehan suara calon legislatif (caleg). Salah satunya, Dwi Handoko. Calon legislatif (caleg) DPRD Gunungkidul dengan background tukang sol sepatu ini pun pesimistis bisa lolos ke parlemen. Meski proses rekapitulasi suara masih belum selesai.
”Banyak caleg melakukan serangan fajar (money politics),” keluh Dwi Handoko saat ditemui di lapaknya di depan Pasar Argosari, Wonosari, Senin (29/4).
Dengan gamblang, Dwi bercerita, praktik caleg bagi-bagi uang menjelang coblosan begitu masif. Bahkan, ada beberapa caleg yang nekat masuk ke kampungnya. Dengan menawarkan iming-iming uang.
”Di RT saya sendiri perolehan suara saya kecil,” ungkapnya.
Berbekal pengalaman Pemilu 2019, Dwi menyadari perjalanan menuju parlemen membutuhkan modal besar. Sebab, praktik bagi-bagi duit sangat memengaruhi pilihan masyarakat.
”Di daerah saya, (warga) lebih memilih (caleg) yang memberikan uang. Kalau saya kan, memang dari awal modalnya nol,” ungkapnya.
Caleg yang berangkat dari daerah pemilihan (dapil) I (Wonosari dan Playen) ini cukup heran dengan perolehan suaranya. Berdasar penghitungannya, dia hanya memperoleh 700 suara. Padahal, Dwi mengaku telah berkampanye dengan maksimal.
”Saya juga mengajak diskusi para pelanggan,” tuturnya.
Ketika disinggung kenapa tidak melaporkan praktik money politics, pria yang tinggal di Kampung Bogor, Desa/Kecamatan Playen, ini mengaku tidak berani. Dia lebih memilih menyerahkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebab, jabatan adalah amanah.
”Biar dosanya ditanggung sendiri (caleg yang melakukan serangan fajar),” tegasnya.
Meski gagal, bapak dua anak ini mengaku tidak kapok nyaleg. Dengan syarat partai politik tidak mensyaratkan mahar.
Komisioner Bidang Pengawasan, Humas dan Hubungan Antarlembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Gunungkidul Rosita mengatakan, lembaganya belum pernah menangani kasus praktik money politics. Kendati begitu, Bawaslu pernah menelusuri laporan dugaan money politics. Hanya, Bawaslu kesulitan membongkarnya.
”Saksinya minim. Rata-rata tidak berani melapor,” ungkapnya. (gun/zam/zl)