JOGJA – Menyampaikan pesan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) bisa dilakukan dengan berbagai macam cara. Termasuk dengan berdakwah. Itulah yang dilakukan Iptu Wagiya. Sejak awal 2000-an, dia aktif berdakwah sekaligus menyisipkan pesan kamtibmas.

DWI AGUS, Jogja

Momentum Ramadan ini, kesibukan Panit Bintibmas Polresta Jogja Iptu Wagiya bertambah. Tak hanya tugasnya di kepolisian, tapi juga undangan menjadi khatib. Ya sebagai polisi yang juga pendakwah, Iptu Wagiya tetap menyampaikan pesan-pesan kepolisian namun tetap mengedepankan kerohanian. Berdakwah sekaligus bertugas.

Wagiya telah berdakwah sejak era 2000-an. Berawal dari masjid Polresta Jogja lalu sering diundang ke berbagai wilayah lainnya. Seperti kawasan Ngampilan, Pakualaman hingga Umbulharjo. Mulai dari pendakwah dalam salat Jumat maupun pengajian.

“Menyampaikan pesan-pesan keamanan dan ketertiban masyarakat. Tapi dengan kemasan ibadah, karena orang yang rajin ibadah memiliki akhlak yang baik,” katanya ditemui di Polresta Jogja, belum lama ini.

Dalam berdakwah,Wagiya menerapkan pendekatan yang berbeda-beda. Ini tergantung siapa yang menjadi jamaahnya, remaja atau orangtua. Pesan-pesan yang disampaikan juga beragam, sesuai dengan program kepolisian saat itu.

Seperti pesan tentang tentang keselamatan berkendara. Bukan hanya sekadar mengenakan perangkat keselamatan. Tapi dimaknainya sebagai wujud ciptaan sang pencipta. Di mana manusia harus menjaga anugerah kehidupan yang diberikan.

“Salah satu wujudnya menjaga keselamatan diri sendiri dan oranglain. Contohnya berkendara harus patuhi aturan, tidak melanggar rambu dan menggunakan helm kemanapun perginya. Atau sambil menunggu di traffic light bisa wiritan tahlil, daripada menerobos,” ujar polisi yang pernah bertugas di Polresta Magelang ini.

Berkat keahlian inipula dia dipercaya menangani kasus kenakalan remaja. Wujudnya berupa pendampingan rohani selamai menjalani wajib lapor. Dimana remaja-remaja tersebut diminta datang rutin dalam kala waktu tertentu.

Pria asli Bantul itu selalu menekankan bentuk hormat kepada orangtua. Seorang anak, lanjutnya, sudah sewajibnya menghormati orangtuanya. Inipula yang selalu digaungkan dalam ajaran agama. Meski diakui olehnya, kesadaran berubah lebih baik adalah pilihan sang remaja.

“Kunci utama adalah hormat kepada orangtya. Karena kasus selama ini, si anak memang sudah tidk hormat dan cenderung berani kepada orangtua. Selama ini orangtua juga mengeluh kewalahan menghadapi anaknya,” jelas pria kelahiran 11 Juni 1966 ini.

Meski begitu, Wagiya tak pernah menyerah. Dia terus menyuntikan semangat positif melalui dakhwahnya. Pria yang mengawali karir polisi semenjak 1988 ini percaya, setiap manusia pasti memiliki sifat baik.

“Semua orang itu pasti orang yang baik. Tinggal bagaimana menyentuh sisi itu, caranya tentu dengan kerohanian,” katanya. (pra/zl)