Perpustakaan Desa Sumber Ilmu mampu bermetamorfosis. Tidak hanya menyediakan berbagai koleksi buku. Melainkan juga memberdayakan warga melalui literasi.
JAUH HARI W.S, Sleman
SUASANA bangunan di salah satu sudut Balai Desa Balecatur, Gamping, Sleman, itu paling ”meriah”. Paling mobile dibanding ruangan yang lain. Banyak yang lalu lalang dan keluar masuk.
”Sekarang ada Sekolah Kamis,” jelas Kepala Desa Balecatur Sebrat Haryanti menceritakan aktivitas di Perpustakaan Desa (perpusdes) Balecatur, salah satu bangunan itu.
Ya, perpusdes bernama Sumber Ilmu itu memiliki segudang kegiatan. Salah satunya Sekolah Kamis. Ada sekitar 40-50 warga yang aktif. Mereka dari 18 pedukuhan di Balecatur.
Nah, Sekolah Kamis merupakan kegiatan untuk mempraktikkan ilmu baru yang diperoleh dari membaca buku koleksi perpusdes.
Siang itu, sebagian warga ada yang membuat keripik jamur dan susu kedelai. Ada pula yang membuat aneka kerajinan tangan berbahan limbah plastik dan kertas koran.
”Ada juga yang menanam sayuran,” ucapnya saat berbincang dengan Radar Jogja Kamis (23/5).
Pemerintah Desa (Pemdes) Balecatur memang sengaja mendesain Perpusdes Sumber Ilmu sebagai ruang kreatif. Pemdes berkeinginan perpusdes tidak hanya sebagai bank buku dan referensi. Melainkan juga menjadi ruang kreativitas warga. Sederhananya, pemdes ingin memberdayakan warganya melalui perpusdes.
”Mulai pemberdayaan perempuan hingga penyandang disabilitas,” ucapnya.
Pemberdayaan perempuan melalui Sekolah Kamis, contohnya. Sekolah yang telah berjalan dua tahun ini mengantarkan beberapa warganya ”naik kelas”. Perekonomian mereka yang rata-rata berusia 30-45 tahun itu meningkat setelah dibekali berbagai keterampilan.
”Yang terasa bisa meningkatkan perekonomian warga di Balecatur, minimal di tingkat keluarga,” ucap Sebrat sembari menunjukkan tas karya anggota Sekolah Kamis.
Itu belum seberapa. Perpusdes juga memberdayakan penyandang disabilitas. Perpusdes membekali penyandang disabilitas di Desa Balecatur yang berjumlah sekitar 50 orang itu dengan berbagai keterampilan. Caranya hampir serupa. Penyandang disabilitas aktif mengikuti Sekolah Kamis setelah membaca koleksi buku. Yang berbeda, penyandang disabilitas diarahkan memproduksi kembang gula cokelat dan hantaran perkawinan.
”Mereka (penyandang disabilitas) ada yang mengikuti pelatihan tersendiri,” tutur Sebrat menyebut perpusdes juga memiliki koleksi buku braille.
Berbagai produk anggota perpusdes, kata Sebrat, ada yang dititipkan di toko. Sebagian dijual secara online.
Pengelola Perpusdes Sumber Ilmu Susi Purwani menyebutkan, perpusdes memiliki sekitar 7.000 koleksi buku. Yang menarik, perpusdes juga memiliki tujuh pojok baca. Letaknya di Kafe 107, Batik Sekar Jatimas, TK Temuwuh, Paud Pedukuhan Jitengan, Pengelolaan sampah di Bisma Ngaran, TBM Ngluwih, Mushola Al Iqomah, dan Sukoreno Gamol Desa Wisata.
”Untuk koleksi buku, ada silang layang dengan perpustakaan desa,” tambahnya.
Meski hanya sekelas perpusdes, fasilitas lain di Perpusdes Sumber Ilmu cukup komplet. Di sana, ada ruang baca dan karya, ruang sirkulasi, ruang layak anak, dan home theater.
”Bahkan ada layanan wifi,” katanya.
Di antara tokoh Sleman yang pernah berkunjung ke Perpusdes Sumber Ilmu adalah Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun. Orang nomor dua di Sleman ini menilai, Perpusdes Sumber Ilmu punya peran penting dalam pemberdayaan warga. Meski, Sekolah Kamis hanya dibuka mulai pukul 13.00-15.30.
”Kelihatannya ibu-ibu menganggur, tapi berjualan lewat online,” pujinya.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sleman Ayu Laksmi menekankan, perpustakaan saat ini memang harus menyejahterakan masyarakat. Dan, Perpusdes Sumber Ilmu sudah berjalan ke arah itu.
”Perpustakaan ini tidak hanya tempat untuk membaca, tapi juga tempat untuk diskusi sosial,” katanya. (zam)