Sedang dikerjakan konservasi atau pelestarian dan perlindungan. Khususnya dua buah lukisan Hamengku Buwono (HB) VIII dan Paku Buwono (PB) X.
Kepala Seksi Bimbingan Informasi dan Reparasi Museum Sonobudoyo Jogja Budi Husada mengatakan, lukisan HB VIII dibuat pada 1933 sedang lukisan PB X pada 1935. Beberapa tahun lalu, dua lukisan ini terdeteksi mengalami kerusakan. Pasalnya lukisan tidak mendapatkan finishing dengan cara dipernis ulang.
“Konservasi memang berat karena satu lukisan membutuhkan waktu kurang lebih dua bulan. Itu pun pekerjaannya saja, belum kajiannya yang butuh waktu lebih dari satu tahun,” jelas Budi, Kamis (13/6).
Konservator dua lukisan bersejarah itu, Muhammad Andik mengaku, hanya diberikan waktu selama tiga bulan untuk melakukan konservasi sejak 28 Maret lalu. “Kesulitannya itu di bagian bagaimana sekiranya cat yang ngelotok bisa disamakan dengan warna asli sebelumnya,” tuturnya.
Pantauan Radar Jogja, proses konservasi sudah pada tahap finishing. Pria yang akrab disapa Gus Black itu menyebut, sebelumnya ada beberapa titik wilayah yang harus direstorasi. Terutama di bagian background karena ada beberapa kerusakan seperti cat mengelupas.
Proses konservasi yang dilakukan pada dua buah lukisan itu melalui beberapa tahap. Di antaranya pembersihan lukisan dari debu dan kotoran. Kemudian diproteksi agar lebih lembab, baru tahap melakukan konservasi. “Insyaallah nanti 28 Juni ini siap selesai dan diserahterimakan,” katanya.
Budi menambahkan, bahan kualitas dari cat untuk restorasi lukisan itu nanti akan bertahan sekitar 50 tahun. Tergantung dari perawatannya itu sendiri, “Nanti ini akan diletakkan ke suhu yang terkontrol sekitar 20 derajat celcius dengan suhu yang paling rendah,” tambahnya.
Diakuinya, faktor penyebab kerusakan lukisan karena tingkat kelembaban di Jogja relatif tinggi. Dengan tingkat kelembaban yang relatif tinggi itu pihaknya menyimpan koleksi lukisan itu termasuk sebanyak 46 ribu set dan 62 ribu koleksi lepas yang ada di Muesum Sonobudoyo ditempat dengan suhu AC yang paling rendah selama 24 jam, “Kalau semakin panas dan kelembaban semakin tinggi maka kerusakan akan cepat meningkat,” tuturnya.
Dua lukisan Raja itu telah ada sejak berdirnya Museum Sonobudoyo. Bahkan sejak masih bernama Java Institute. Lukisan HB VIII yang merupakan hibah dari Keraton kepada Java Institute, kemudian ke Museum Sonobudoyo, pada masa HB VIII saat itu. “Ini kan termasuk paring dalem, otomatis kami yang melestarikan,” jelasnya.
Museum Sonobudoyo sendiri tidak hanya mengoleksi koleksi lukisan saja melainkan beberapa yang lain di antaranya mesin ketik kuno, naskah kuno (manuskrip), patung, topeng, senjata, seperti keris, badik, kujang, himgga katgo atau cikal bakal lukisan yang ada pada relief Candi Borobudur. (cr15/pra/fj)