Seluruh Warga Dusun Ngino, Mergoagung, Seyegan, Sleman menjadikan merti dusun lebih dari sekadar tradisi tahunan. Lebih dari itu, juga ajang silaturahmi.

SEVTIA EKA N, Sleman

WIYONO akhirnya dapat tersenyum lepas. Raut wajahnya juga tampak semringah. Puncak tradisi adat Mbah Bergas yang ditunggu-tunggu Wiyono Jumat (14/6) terwujud.

”Pelaksanaannya tahun ini terlambat,” tutur Wiyono.

Ya, tradisi adat Mbah Bergas di Dusun Ngino, Mergoagung, Seyegan, Sleman sempat mundur. Sekitar satu bulan lebih. Pelaksanaan tradisi yang merupakan merti dusun di Dusun Ngino ini diundur lantaran Pemilihan Umum 2019 dan bulan Ramadan. Biasanya, digelar bulan setiap Mei.

”Semoga tidak mengurangi berkah dari acara merti dusun ini,” harap Dukuh Ngino XI ini di sela merti dusun.

Tradisi merti dusun di Dusun Ngino sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rezeki pascapanen. Dalam tradisi itu, tujuh bregada dan warga mengarak tiga gunungan. Dari Balai Desa Mergoagung menuju petilasan Mbah Bergas. Jaraknya sekitar dua kilometer.

Setibanya di petilasan, gunungan lanang, gunungan wadon, dan sesaji diperebutkan warga. Supaya mendapatkan berkah.

”Isi gunungan berisi padi, hasil palawija, buah-buahan, nasi tumpeng, serta ingkung ayam,” ucapnya.

Bagi warga Dusun Ngino, merti dusun lebih dari sekadar tradisi tahunan. Mereka juga menjadikan momen itu sebagai ajang silaturahmi dan hiburan, sehingga seluruh warga tumplek bleg memeriahkannya.

”Pemerintah desa memberikan dukungan penuh,” katanya.

Selain kirab budaya, tradisi merti dusun juga dimeriahkan dengan pentas seni tradisional. Juga pentas wayang kulit.

Sulis Setyowati di antara warga yang ikut memperebutkan isi gunungan. Perempuan 40 tahun ini berharap bisa mendapatkan keberkahan dan kebaikan dalam hidupnya.

”Kirabnya juga menarik,” ujarnya. (zam/rg)