Sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 membuat banyak orang tua siswa kelabakan. Mereka masih bingung dan belum ‘ngeh’  dengan aturan main penerapan sistem zonasi penerimaan siswa baru di sekolah negeri ini.

MEITIKA LANTIVABantul, ROTUN INAYAH Kota Jogja

Siti Nur Bayaton, warga Jurug, Bangunharjo, Sewon, Bantul,  mengaku masih benar-benar bingung dengan sistem zonasi. “Bingung sendiri ini. Kalau di radius 500 meter sih sudah aman. Tapi yang di luar itu, kalau nilai siswanya nanggung, kan ya agak susah,” ungkap Siti di rumahnya, Rabu (19/6).

Ibu berusia 42 tahun ini mengungkapkan anaknya, Marsel Nur Cahyo, 12, ingin memasuki SMPN 1 Sewon. Jarak rumah dengan sekolah yang diinginkan itu lebih dari 500 meter. Selain SMPN 1 Sewon, sekolah lain yang terdekat adalah SMPN 2 dan MTs N 1 Sewon.

“Kalau anak maunya, ya sekolah terbaik. Tapi juga belum tahu sih karena nilai rata-rata Unas 237,3,” kata Siti. Siti mengaku sosialisasi terhadap penerapan zonasi dinilai masih kurang, sehingga banyak orang tua yang masih belum paham benar.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Bantul Isdarmoko mengatakan, sistem zonasi diatur dalam Peraturan Kepala Dinas (Perka) No 140, Peraturan Menteri No 51 dan Peraturan Bupati (Perbup) No 58 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan PPDB dengan Jalur Zonasi.  Dijelaskan, pelaksanaan PPDB jalur zonasi ada tiga ketentuan. Yakni 5 persen jalur prestasi, dan 5 persen jalur pemindahan orang tua.

“Nah, 90 persen zonasi reguler. Dibagi lagi zona mutu, bibit unggul, dan jarak radius 500 meter,” ungkap Isdarmoko. Dia mengungkapkan, di Bantul ada 17 kecamatan dan dibagi menjadi empat zonasi.

Siswa di dalam zonasi radius 500 meter, akan ada penambahan nilai 40. Di luar zonasi dalam satu kecamatan ada penambahan nilai 30. Dan antarkabupaten ditambah nilai 20.

Diungkapkan, pendaftaran PPDB SMP melalui online dibuka Senin (24/6). Dari 75 sekolah di Bantul, 70 di antaranya SMP dan 5 SD. Dari 70 sekolah SMP itu, 47 adalah sekolah swasta dan 23 sekolah sekolah negeri.

Kebingungan orang tua soal sistem zonasi juga terjadi di Kota Jogja.  Buktinya, makin banyak orang tua siswa yang mendatangi Kantor Dinas Pendidikan untuk mendapatkan informasi. Selain menanyakan sistem pendaftaran, mereka juga mengeluhkan hambatan dan kesalahan data yang tertera di sistem informasi.

Sugianto, misalnya. Warga RT 64/RW 18 Kampung Karanganyar, Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, ini mengeluhkan adanya kesalahan ukuran zonasi di wilayahnya di PPDB Zonasi tahun 2018, tapi tahun ini kembali terjadi. Mewakili warga kampungnya, ia menyatakan sebagian besar warganya memilih SMPN 10 sebagai sekolah terdekat.

Namun melihat data zonasi, RW 18 tidak termasuk empat RW terdekat dari SMP N 10. “Kami yang RW 18 lebih dekat daripada RW 19, yang menurut kami lebih jauh dari SMP N 10,” ungkapnya saat mengadu pada Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Jogja Budi Santoso Asrori, Rabu (19/6).

Menghadapi masalah ini, Budi menyatakan kesalahan tersebut sudah diralat Rabu (19/6) siang. “Langsung kami koordinasikan, sudah kami betulkan,” ujarnya.

Data jarak RW 19 dengan SMP N 10 yakni yang sebelumnya tertulis 0,380 km menjadi 1,053 km. Sementara untuk RW 18 jaraknya tetap 0,872 km dari SMP N 10.

Budi menjelaskan, penentuan jarak zonasi berdasarkan titik tengah RW, sehingga sebaran dinilai lebih efektif dan tepat. Dia menambahkan, adanya sistem zonasi mutu dengan kuota 40 persen dari daya tampung sekolah di tahun ini, juga menjadi salah satu antisipasi blank spot.

Jika zonasi wilayah hanya berdasar jarak RW dan sekolah, zonasi mutu melibatkan jarak dan nilai SKHUSBN. Dari tiga mata pelajaran yakni Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan/atau tambahan prestasi akademik/nonakademik. Lolos atau tidaknya peserta juga mempertimbangkan urutan sekolah pilihan dan perbandingan nilai USBN.

Soal zonasi mutu, ni juga menjadi pertanyaan yang kerap diajukan para orang tua, termasuk Yessi Hamzah, warga RW 09 Kelurahan Patehan, Kecamatan Kraton. Dia mengaku galau memilih antara SMPN 16 yang jaraknya tidak sampai 1 km, atau SMPN 2 dengan 2 km dari rumahnya.

“Saya mau nanya kepastian saja, soalnya nilainya nanggung, sekitar 24. Apakah memungkinkan untuk zonasi mutu,” jelasnya. Ia mengungkapkan, Disdik Kota Jogja merekomendasikan untuk mengikuti jalur zonasi wilayah saja, karena nilai itu sudah di antara 1.300 peserta lain, di mana persaingannya cukup ketat. “Harus pintar-pintar menghitung nih,”  kata Yessi. (laz/rg)