SLEMAN – Penanganan kasus pungutan liar (pungli) di kawasan wisata Lava Tour Kaliadem, Cangkringan, hingga saat ini belum menemui titik terang. Pemkab Sleman masih meraba-raba bagaimana cara menangani kasus tersebut.

Forum Pemantau Independen (Forpi) Sleman mendesak Pemkab Sleman segera menyelesaikan kasus itu agar tidak berlarut-larut. Sebab, jika oknum itu semakin lama didiamkan akan menjadi catatan buruk dunia pariwisata Sleman.

“Saya kira Pemkab Sleman harusnya bisa tegas,” kata anggota Forpi Sleman Dr Hempri Suyatna saat dihubungi Senin (1/7). Dia melihat dunia pariwisata memang bisa menjadi pemasukan utama daerah dan masyarakat setempat.

Saat ini wisata Sleman juga cukup baik, sehingga dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung tidak bisa dijadikan sebagai dalih untuk aji mumpung dan mencari kesempatan dengan cara-cara demikian. “Adanya pungli ini kan merugikan pengembangan wisata juga,”  sesalnya.

Dia pun memberi masukan kepada pemkab agar menyelesaikan kasus ini secara dialog, langsung bertatap muka dengan pelaku pungli. Selain itu, salah satu win win solution yang ditawarkan adalah dengan sharing keuntungan.

“Adanya pungutan itu bisa melibatkan desa yang nantinya ada sharing. Jadi untuk pemerintah ada pemasukan, masyarakat juga punya pemasukan. Wisatawan pun tidak terganggu,” bebernya.

Lebih lanjut Hempri melihat sejauh ini pemkab belum melakukan upaya penertiban. Demikian juga pembinaan kepada pelaku pungli. “Sekali lagi ini menyangkut masa depan wisata Sleman, Pemkab Sleman harus segera bertindak,” tegasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Inspektorat Sleman Budiharjo memastikan penanganan kasus pungli ini terus berjalan. Pihaknya masih mengadakan pemeriksaan di lapangan. “Kami masih mencari solusi terbaik,” katanya.

Sebelumnya, kasus pungli di kawasan Lava Tour Kaliadem ini viral pada awal Juni lalu. Yaitu setelah salah seorang wisatawan mengunggah tiket retribusi yang tidak dikeluarkan baik oleh desa ataupun dinas terkait.

Hingga saat ini, oknum pelaku pungli ini masih tetap memberhentikan kendaraan yang akan masuk kawasan wisata. Buktinya, salah seorang wisatawan kembali mengunggah keluhannya di media sosial. Di mana saat dicegat dia diminta uang Rp 50 ribu untuk jasa antar dan Rp 150 ribu untuk sewa kendaraan. (har/laz/fj)