JOGJA – Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispertan) DIJ mengantisipasi dugaan sapi terpapar antraks di wilayah Gunungkidul. Penanganan dan pengawasan lalu lintas ternak terus ditingkatkan.
Kepala Dispertan DIJ Sasongko mengaku sudah mengisolasi sapi yang diduga suspek antraks. Dispertan telah melarang ternak dari Dusun Grogol IV, Baliharjo, Karangmojo keluar setelah ditemukan sapi mati mendadak diduga akibat antraks. “Untuk memastikan agar kasus kematian sapi tidak meluas dari zona merah itu,” kata Sasongko Senin (7/7).
Apalagi, menjelang pelaksanaan Idul Adha, Dispertan bersama instansi terkait meningkatkan pengawasan. Dimana, semua ternak harus dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan.
Data yang dimiliki ketersediaan ternak untuk kebutuhan Idul Adha di Gunungkidul sampai hari ini berjumlah sebanyak 152.663 ekor sapi. Distan juga akan menyebar petugas untuk mengawasi ternak-ternak itu. Termasuk meminta kabupaten/kota untuk ikut memantau di lapak-lapak penjualan. “Kota Jogja sudah melakukan itu. Lapak-lapak terus dipantau dan diperiksa setiap hari,” katanya.
Sasongko mengatakan, dugaan ternak yang terpapar antraks hanya berada di Dusun Grogol IV. Sampai saat ini belum ada laporan kasus yang sama terjadi di daerah lainnya. Sejak kasus tersebut mencuat, petugas terus melakukan pengecekan ternak satu persatu baik di pasar hewan Siyono Playen dan pasar hewan Ngebrak Semanu, Gunungkidul. “Kami berharap masyarakat tidak perlu khawatir mencari sapi di Gunungkidul,” katanya.
Diakui Sasongko, wilayah Gunungkidul menjadi salah satu sentra mobilisasi hewan ternak dari luar DIJ. Sebagai langkah antisipasi, ternak yang masuk wilayah DIJ petugas akan meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan ternak di daerah perbatasan.
Seperti diketahui sebelumnya, muncul kasus lima ekor sapi di wilayah Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, mati mendadak. Kematian sapi-sapi tersebut diperkirakan akibat penyakit antraks.
Meski hanya sapi yang terpapar antraks, penyakit tersebut dinyatakan negatif bagi manusia. Distan terus mengawasi ternak-ternak tersebut sampai 120 hari ke depan sejak vaksinasi diberikan Mei lalu.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan DIJ Pembajun Setyaning Astutie mengatakan sampai saat ini tidak ada kasus penularan antraks dari manusia ke manusia. Manusia bisa terpapar antraks dari hewan yang terpapar spora antraks. Gejala manusia terpapar bakteri antraks juga mengalami gejala umum seperti demam dan lainnya. Hanya saja, untuk memastikan apakah penyebabnya bakteri antraks harus dilakukan pemeriksaan. “Masyarakat diharapkan tidak panik. Sebab penularan antraks tidak terjadi antara manusia dengan manusia,” jelasnya. (bhn/pra/er)