JOGJA – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislautkan) DIJ Bayu Mukti Sasongka menjamin budidaya perikanan air tawar tak terpengaruh kekeringan. Ini karena pembudidaya ikan di DIJ telah menerapkan metode closed water system. Intensitas penggantian air kolam bisa ditekan.
Implementasi metode ini dengan penyebaran probiotik ke kolam budidaya. Perannya adalah menjaga kualitas air ikan tawar. Probiotik sendiri terdiri dari bermacam bakteri baik. Mikroba ini mampu mengolah sisan pakan dan kotoran ikan.
“Saat kotoran dan sisa pakan diolah maka mengurangi kandungan amoniak dalam air. Artinya pembudidaya ikan tidak perlu menguras untuk mengganti air sesering mungkin,” jelasnya ditemui di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan DIJ Senin (8/7).
Penerapan metode ini setidaknya mampu menjadi solusi. Terutama atas status awas kekeringan yang dikeluarkan Stasiun Klimatologi BMKG Jogjakarta. Beberapa wilayah di Jogjakarta akan mengalami hari tanpa hujan lebih dari 61 hari.
Menurut dia, metode ini sejatinya telah terimplementasi rutin. Tidak hanya saat kemarau, pembudidaya ikan, lanjutnya, telah mengadaptasi rutin. Selain menekan biaya produksi juga mampu menaikan kualitas kesehatan ikan.
Perbandingan adalah kolam budidaya ikan lele. Saat budidaya normal tanpa probiotik, kolam wajib dikuras kosong. Sementara dengan probiotik cukup dikurangi 10 centimeter dari kedalaman air kolam. Jika dikalkulasikan sesuai standar baku hanya 15 persen dari volume kolam.
“Ikan lele, normalnya tiga minggu sampai satu bulan harus ganti air. Dengan probiotik hanya dikurang 10 centimeter lalu diganti air baru. Itu untuk ketinggian kolam 70 centimeter. Sifatnya hanya untuk fresh water saja,” ujarnya.
Selain probiotik, Dislautkan DIJ juga menyarankan penggunaan terpal. Fokusnya adalah mengurangi meresapnya air ke dalam pori-pori tanah. Sistem ini efektif bagi pembudidaya ikan yang menerapkan kolam konstruksi tanah.
Metode kolam terpal tak hanya menekan penyerapan. Lebih jauh, metode ini juga mampu menjaga kualitas air kolam. Terutama bagi pemilik kolam yang berdekatan dengan pemukiman. Antisipasi resapan polutan yang berasal dari limbah rumah tangga.
“Konstruksi tanah itu juga boros air karena selalu susut. Terpal yang kami berikan jenis khusus UV, bisa bertahan hingga lima tahun. Kalau yang biasa itu dua atau tiga kali panen kadang sudah hancur. Dari segi ekonomi lebih menjanjikan,” katanya.
Pengawas Perikanan Dislautkan DIJ Yahya Hamitisna memastikan probiotik aman untuk lingkungan. Faktanya bakteri ini justru menjaga kualitas air. Sehingga tidak ada permasalahan saat air kolam bersinggungan dengan air konsumsi.
“Justru membantu kebersihan air karena prosesnya mengurangi kadar amoniak dari sisa pakan dan kotoran ikan,” ujarnya.
Disatu sisi dia meminta pembudidaya ikan mewaspadai bakteri Aeromonas. Biang penyakit ini kerap menyerang saat musim kemarau. Meski bisa diobati dengan antibiotik namun dapat menurunkan angka produksi.
Ciri fisik ikan yang terserang Aeromonas ada benjolan pada kulit ikan. Imbasnya kulit mengalami pengelupasan. Jangka panjang akan menyebabkan ikan mati. Antisipasi penyebaran dengan penebaran garam kasar sebanyak dua kali dalam seminggu.
“Bisa sampai gagal panen kalau sudah kena satu kolam. Biasanya hanya menyerang ikan lele. Selain garam kasar juga dengan antibiotik tapi harus berkelanjutan dan disiplin,” jelasnya. (dwi/pra/er)