Penggali kubur, mungkin tak banyak yang mau menggelutinya. Apalagi dengan cerita mistis yang sering didengar. Tak terkecuali anggota polisi yang satu ini. Berigadir Antonius Henriyanto.
GUNAWAN, Gunungkidul
Kamis siang (11/7) di Dusun Gading 2, Desa Gading, Kecamatan Playen nampak lengang. Tapi tak sulit mencari rumah tinggal pasangan suami istri (pasutri) Brigadir Antonius Hendriyanto dan Maria Goreti Susilowati. Anggota polisi yang juga sering menjadi penggali kubur. Bangunan permanen cukup besar itu dihuni untuk keluarga kecil mereka.
Kedatangan Radar Jogja disambut dengan hangat bapak satu anak ini. Maksud kedatangan sudah diketahui. Kemudian dengan lancar menceritakan awal mula jadi tukang gali kubur. Disela-sela obrolan sang istri datang mengenalkan diri. Pembicaraan nampak ringan meskipun ada cerita horor pengalaman menggali liang lahat.
“Jika malam hari ada panggilan menggali kubur dengan senang hati berangkat,” kata anggota Polsek Playen ini.
Dia berujar, semua ini dilakukan karena panggilan hati. Sama sekali tidak ada yang diharapkan kecuali mengambil pekerjaan bagaimana setiap nyawa akan mati pada waktunya. Oleh sebab itu Antonius berharap cerita sebagai penggali kubur dapat menjadi pengingat bagi semua akan kematian.
“Jadi polisi, ya yang baik. Jadi petani juga yang baik dan seterusnya,” pesannya.
Kemudian mata Babinkamtimbas Desa Bandung tersebut nampak terpejam sejenak. Menutup bola mata pada saat mengingat kisah menggali kubur yang dilakoni sejak SMA. Ketika berseragam abu-abu putih dia sudah aktif ikut menggali kubur.
Bakat mungkin. Semula hanya melihat ketika ada aktifitas gali kubur di desanya. Kemudian hati terpanggil untuk kendekat dan terlibat langsung.
“Ikut menggali kubur semenjak bangku SMA. Merasa terpanggil melihat kurangnya kepedulian anak muda waktu itu terhadap kegiatan sosial, salah satunya menggali kubur,” ucapnya.
Kenapa dia mau menjadi penggali kubur? Antonius mengaku merasa kasihan kepada orang – orang yang sudah lanjut usia masih mau melakukan gali kubur. Padahal gali kuburan memerlukan tenaga ekstra. Apalagi di wilayah Gununkidul. Menyangkul tanah bercadas bukan sekali dua kali. Tentu hal tersebut sangat berat dirasakan oleh orang yang lebih tua darinya.
“Saya malu melihat mereka yang sudah tua harus menyangkul tanah, lantas saya ikut membantu,” tuturnya.
Setelah itu, Antonius mulai terbiasa dengan kegiatan gali kubur sampai sekarang. Bahkan setelah elama 10 tahun mengabdi kepolisian tidak merubah kebiasaanya untuk berhenti dari profesi sampingannya sebagai penggali kuburan.
Dia juga tidak merasa terganggu kedinasan dengan kegiatan gali kubur. Setiap proses penggalian selalu dibantu 10 temanya secara bergantian. Sebagai tanda terimakasih mereka kemudian diberi uang lelah.
“Uangnya pun tidak kami bagi, ya dari pada dibagi mending dijadikan kas buat beli keperluan di pemakaman,” ucap lulusan SMK pelayaran ini.
Sementara itu, Maria Goreti Susilowati sang istri mengaku tidak pernah malu dengan aktivitas pendamping hidupnya. Mencuci baju kotor suami bercampur tanah dari makam dianggap bukan persoalan. “Namanya juga suami harus didukung jika positif,” kata Maria.
Lalu ketika ditanya apakah pernah mengalami kisah mistis selama menjadi tukang gali kubur? Antonius mengangguk. Setiap akan ada orang yang meninggal selalu mendapat firasat sehari sebelumnya. Ada keanehan dan terbukti tidak sekali dua kali saja.
“Yang sering saya dan teman lain alami itu seperti terdengar suara dentuman dari dalam tanah pemakaman,” ujarnya. (pra/by)