JOGJA – Harapan Gubernur DIJ untuk program pengentasan kemiskinan di DIJ disambut Ikatan Keluarga Alumni Ketahanan Nasional (IKAL) DIJ. Di antaranya dengan menjajaki kerjasama Hilirisasi Penelitian Agro dengan UGM.

Penjajakan kerjasama diawali dengan Focused Group Discussion (FGD) bersama para akademisi dan pakar UGM serta pengusaha, di Gedung Senat UGM Kamis (10/7).Para panelis yang hadir Dr.Drs.Paul Soetopo Tjokronegoro, M.A, M.P.E, (Socioprenuer/Konseptor Koppasindo Nusantara), Sugiyanto H Semangun, SE.M.Si(Ketua IKAL DIY), Prof. Dr.Budi S Daryono, M.Agr.Sc (Dekan Fakultas  Biologi UGM), Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA, DEA. (Dekan Fakultas Peternakan UGM), Dr. Jamhari, S.P. M.P (Fakultas Pertanian UGM) dan Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si, M.SC (Agro-technology Innovation Center/PIAT).

Paul Sutopo mengatakan Koppasindo telah diminta HB X turut membangun DIJ melalui usahanya untuk mengendalikan inflasi daerah dengan teknologi digital. Yaitu dengan menjaga pasokan barang kebutuhan pokok pangan di pasar, sehingga terhindar dari gejolak harga. “Salah satunya Gunungkidul  Agro–Techno Park atau bisnis incubator yang misi utamanya adalah menciptakan kerja dibidang pertanian berbasiskan teknologi pedesaan,” tutur Paul yang juga Ketua Pembina Yayasan Pengembangan Manajemen Perkoperasian Indonesia.

Menurut Paul Sutopo, bisnis inkubator mencetak UMKM dan Koperasi. Produk yang dihasilkan antara lain budidaya lel, tempe tahu sehat dan berkualitas ekspor, budidaya sapi  dari pembibitan, pembesaran, hingga penggemukan, kemudian aquaponik ikan dan tanaman,  sehingga bergantung dengan tanah. Mantan Deputi Gubernur BI dan pernah berkarya sebagai asisten Direktur IMF ini, inti dari bisnis inkubator adalah konsep Triple Helix atau sinergi dan penyatuan tiga kalangan yang terdiri dari kalangan akademik, bisnis atau pengusaha dan pemerintah sangat penting untuk mengentaskan kemiskinan di DIJ.

“Kalau bicara (revolusi industry) 4.0 tanpa riset tidak mungkin. Bisnis perlu riset, demikian sebaliknya . Kalau kita hanya gantungkan produksi di petani, tentu tidak akan maksimal. Yang dibutuhkan sekarang kolaboratif. Untung bersama. UGM butuh riset ada pendanaan yang cukup,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua IKAL DIJ Sugiyanto Harjo Semangun menekankan bahwa persoalan masalah sistem dan teknologi dan pelaku-pelaku UMKM dapat diidentifikasikan. Tapi hal itu tergantung dengan SDM-nya. “Khususnya masalah disiplin, karakter dan nasionalisme,” ujarnya kandidat doctor UGM itu.

Sementara itu,  Prof. Dr.Budi S Daryono, mengungkapkan Fakultas Biologi UGM juga sudah mengembangkan produk pertanian yang memudahkan petani di Gunungkidul membudidayakan Melon dan Semangka. Kualitas produk tersebut sudah masuk ke pasar-pasar swalayan dan bekerjasama dengan perushaan.

Sedangkan di bidang peternakan, Prof. Dr. Ir. Ali Agus mengungkapkan upaya Fakultas Peternakan UGM untuk mengentaskan kemiskinan salah satunya pengembangan Sapi Gama atau kepanjangan Gagah dan Macho. Selain itu, Fakultas Peternakan juga membuka sekolah gratis untuk masyarakat yang berfokus pada pengembangan peternakan, “Kuliah prasmanan, misalnya ada yang fokus kambing ada yang fokus sapi. Para alumninya juga ada yang membuat koperasi,” tuturnya. (cr7/pra/er)