KULONPROGO – Air limbah (lindi) Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Banyuroto, Kecamatan Nanggulan mencemari sumur warga sekitar. Kondisi itu dikeluhkan, air sumur jadi berbau menyengat. Tidak bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari.

Salah seorang tokoh masyarakat Sambiroto, Bambang Nur Cahyo mengatakan, kondisi tersebut sudah terjadi sejak beberapa tahun silam. Tepatnya, setelah pipa saluran lindi menuju sungai rusak diterjang banjir.

“Lindi akhirnya dialirkan ke dam penampungan untuk proses peresapan. Dan ketika hujan, lindi turut tercampur air hujan mengalir ke area pemukiman warga. Meresap ke sumur warga yang berjarak sekitar 2 kilometer di area bawah TPAS,” kata Bambang (15/7).

Dikatakan, sedikitnya 40 kepala keluarga (KK) di wilayah RT 47, 48, dan 49 terdampak. Saat musim penghujan, air keruh dan berbau. Warga sudah berusaha meminta pengelola TPAS memperbaiki saluran lindi. Tapi belum ditindaklanjuti.

Belakangan, pemilik lahan sawah yang digunakan sebagai dam penampungan lindi meminta kembali tanahnya. Lindi akan dialirkan melalui pipa langsung ke sungai.

“Kami meminta Pemkab Kulonprogo membangun talud di pinggir sungai kecil itu untuk mencegah meresapnya cairan lindi ke sumur warga,” pinta Bambang.

Menurut dia, pada 2014, warga pernah melakukan aksi protes. Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kulonprogo yang berwenang mengelola TPAS Banyuroto menjanjikan perbaikan sistem pengelolaan maupun pembuangan lindi tersebut.

“Namun belum terealisasi. Air yang mengalir ke dam berwarna hitam. Ular dan kodok saja mati di sana. Kalau tidak segera ditalud, kami khawatir sumur tercemar lagi kalau hujan deras,” ujar Bambang.

Rubiyem, warga RT 48 menambahkan, sumurnya hanya berjarak sekitar 50 meter dari sungai yang tercemar lindi. Dampak terparah, saat musim penghujan, sumur berubah keruh dan berbau. Harus berpikir dua kali untuk minum, masak, dan mencuci dari sumur.

“Kami harus membeli air galon. Pernah sumur dikuras anak saya sebanyak dua kali, tapi masih bau sampai bingung apa penyebabnya,” kata Rubiyem.

Kepala UPT Persampahan, Air Limbah, dan Pertamanan, DPUPKP Kulonprogo, Toni mengklaim, secara umum lindi dari tumpukan sampah di TPAS sebetulnya sudah tertangani melalui area instalasi pengolahan limbah yang berfungsi. Namun pihaknya tidak membantah jika hasil akhirnya belum 100 persen bagus.

Menurut Toni, jaringan pipa pembuangan yang bocor sudah dibenahi. Namun, berhasil atau tidak, belum dipantau kembali. Pastinya, anggaran perbaikan sudah dimaksimalkan, termasuk penambahan alat pengolahan lindi.

“Sebetulnya lindi itu bagus sebagai pupuk cair bagi tanaman. Intinya, kami sudah berusaha merespons aspirasi warga,” ujar Toni.

Wakil Ketua DPRD Kulonprogo, Ponimin Budi Hartono beserta Komisi III DPRD Kulonprogo telah melihat langsung kondisi TPAS. Mereka datang setelah mendapat keluhan warga.

Menurut Ponimin, ada tiga hal yang menjadi temuan. Pertama, lokasi pembuangan sampah sudah mendesak untuk pelebaran zona. Kedua, masih adanya kendala dalam pengolahan limbah. Ketiga, talud harus segera ditangani karena pencemarannya ke sumur warga.

“Dinas harus melakukan perbaikan. Teknologi pengolahan sampah harus diperbaki. Termasuk pralonisasi alur limbah dan talud. Harus dilakukan di anggaran perubahan tahun ini. Jangan sampai masuk musim penghujan,” tegas Ponimin. (tom/iwa/fj)