Kesadaran Rujito berjasa atas pelestarian penyu di pesisir pantai selatan Bantul. Dari hanya bermodal ember, Rujito punya beberapa kolam penangkaran dan forum pelestari.

IWAN NURWANTO, Bantul

SUDAH 19 tahun Rujito berkawan dengan penyu. Aktivitasnya sehari-hari tak pernah jauh dari hewan bercangkang keras itu.

”Sehari-hari memang menetaskan dan membesarkan,” jelas Rujito saat ditemui di rumahnya Rabu (17/7).

Ada beberapa kolam di bagian belakang rumahnya. Satu kolam di antaranya tertutup rapat. Bahkan, digembok. Lainnya dibiarkan terbuka. Layaknya kolam pada umumnya. Kolam yang tertutup bagian atas itu rupanya tempat pembesaran penyu.

Rujito sengaja menutupnya. Agar hewan yang dilindungi itu tak diincar predator.

”Kolam lainnya untuk penetasan,” ucapnya.

Siang itu, Radar Jogja berkesempatan melongok isi kolam tersebut. Saat pria 60 tahun itu memberi jatah makan. Ada beberapa tukik yang menanti potongan ikan dari tangan Rujito.

”Makannya sehari sekali,” ucap Rujito sembari mengangkat dua tukik di antaranya.

Di kalangan pelestari penyu, nama Rujito mashur. Tidak sedikit yang datang ke rumahnya untuk ngangsu kaweruh perihal konservasi penyu. Di rumah yang sekaligus dijadikan tempat penangkaran itu pula, mereka menyadari pentingnya melindungi populasi penyu.

Pria yang akrab disapa Mbah Duwur ini memang punya semangat berlipat ketika diajak ngobrol perihal penyu. Itu seolah sebagai obat penebus kesalahannya.

Ya, Rujito sejak era 80-an pernah menjadi pemburu penyu dan telurnya. Bahkan, dia juga memperjualbelikannya. Daging dan telur itu di pasaran laku keras. Sebab, bisa dijadikan obat kuat.

”Itu dulu ketika sulit mencari ikan,” sesal pria yang sehari-hari berprofesi sebagai nelayan ini.

Namun, Rujito akhirnya banting setir setelah mengikuti sosialisasi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan beberapa mahasiswa. Sejak itu, Rujito mengetahui bahwa penyu salah satu hewan yang dilindungi.

”Akhirnya terdorong ikut melestarikan,” tuturnya.

Rujito memulai langkahnya dari titik nol. Berbekal ember, Rujito mencari telur penyu di sepanjang pantai. Telur-telur itu kemudian dibawa pulang untuk ditetaskan.

”Soalnya, kalau ditetaskan di alam takutnya diambil orang. Atau dimakan predator,” kenangnya.

Seiring waktu berjalan, satu per satu instansi dan pelestari penyu mulai melirik langkah Rujito. Mereka pun tertarik memberikan bantuan bangunan plus beberapa peralatan. Agar telur-telur itu bisa menetas di tempat yang lebih aman.

”Hanya menangkarkan penyu jenis lekang. Dulu pernah mencoba penyu belimbing,” kata Rujito menyebut perawatan penyu belimbing sangat sulir, sehingga dia hanya fokus jenis lekang.

Selain membuat tempat penangkaran, Rujito juga telah membentuk Forum Konservasi Penyu Bantul (FKPB). Anggotanya puluhan orang dari berbagai wilayah di pesisir Bantul. Saking cintanya dengan pelestarian, Rujito tak segan merogoh kocek pribadinya untuk memberi upah bagi siapa pun yang menemukan telur penyu.

”Untuk ditetaskan dan dilepaliarkan kembali ke alam,” ujarnya.

Meski tekadnya melindungi, Rujito bercerita ada beberapa orang yang pernah menganggu aktivitasnya. Di antara mereka ada yang merusak bangunan tempat penangkaran.

”Ada juga yang mencoba nyuri telur atau tukiknya,” tambahnya. (zam/rg)