JOGJA – Kegiatan Bersih Sungai 2019 yang diinisiasi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY menyasar kawasan Sungai Winongo. Tepatnya di RW 01 Jatimulyo, Kricak, Tegalrejo, Kota Yogyakarta.
Dalam kegiatan itu, warga sepakat menutup tempat pembuang sampah (TPS) liar ada di bibir Sungai Winongo. Sampah di TPS tersebut terlihat menggunung. Didominasi sampah jenis plastik. Ini dinilai dapat mengancam ekosistem tanah dan air.
“Kalau dilihat dari kondisinya sudah sangat membahayakan. Harusnya sampah tidak hanya dibuang, tapi diolah. Saya setuju menutup lokasi ini,” tegas Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan bersih sungai.
Dikatakan, pemerintah daerah tidak bisa berjalan sendiri. Harus ada kolaborasi antara warga dan pemerintah. Namun jauh lebih penting tercipta kesadaran masyarakat. Dengan begitu, lahir komitmen menjaga lingkungan. Kehadiran pemerintah, lanjutnya, bakal lebih menguatkan.
Usai membersihkan dari sisi atas, Heroe turun mengitari kawasan di bawah. Sejenak dia tampak mengernyitkan dahi. Diakui, tumpukan sampah sudah melebihi batas wajar. Terlebih di sekelilingnya terdapat hunian warga.
“Saat berdiri di atasnya, kontur tanah gembur dan membahayakan. Setelah ini, ditutup monggo warga bisa membuang sampah di TPS Tegalrejo. Di sana siap menampung dan sampah bisa diolah,” ajaknya persuasif.
Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran Air dan Sungai DLHK DIY Ninik Srihandayani menyambut positif penutupan TPS di atas Sungai Winongo itu. Pertimbangannya demi keberlangsungan sumber daya alam ke depan. Khususnya kualitas tanah dan air sungai.
Dari catatannya, sisi utara kawasan tersebut awalnya tempat pembuang akhir (TPA) sampah milik Pemerintah Kota Yogyakarta. Beroperasi sejak 1980 hingga 1995. Setelah ditutup, seluruh sampah diangkut ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Sitimulyo, Piyungan, Bantul. Ternyata setelah TPA-nya ditutup, justru pindah ke selatannya. Sedimennya sudah terlalu tinggi. Kalau hujan, sampah bisa hanyut ke sungai.
“Kami apresiasi penutupan TPS liar datang dari keinginan warga sendiri,” katanya.
Ketua Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA) Endang Rohjiani mengungkapkan, keberadaan TPS liar itu muncul sejak 2011. Berbagai upaya pendekatan telah dilakukan. Namun hasilnya nihil.
Endang optimistis setekah ditutupnya TPS liar itu kawasan itu dapat dipulihkan. Contohnya merujuk kejadian serupa di Minomartani, Ngaglik, Sleman. Kejadianya mirip. Seiring waktu berjalan, ekosistem di kawasan itu bisa pulih kembali.
“Saat sudah bersih, nantinya bisa difungsikan menjadi ruang terbuka hijau. Tapi, prosesnya bertahap,” ujarnya. (dwi/kus/fj)