KULONPROGO – Kualitas udara Kulonprogo terancam menurun setelah bandara beroperasi. Semakin tingginya arus kendaraan menyebabkan tingginya emisi gas buang.
Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kulonprogo, Kahar menyatakan, kualitas udara di Temon terpengaruhi aktivitas bandara. Penyebabnya, transportasi dan kebisingan meningkat. Sementara Ruang Terbuka Hijau (RTH) berkurang.
“Semakin ramainya transportasi menyebabkan emisi tinggi dan semakin bising. Jika dulu banyak pohon, kini sudah tidak ada lagi. Berpengaruh terhadap kualitas udara,” ujar Kahar.
Pihaknya berupaya melakukan penghijauan di area bandara. Penanaman pohon penghijauan menggunakan pohon-pohon yang menyerap polutan. Seperti mahoni dan matoa.
DLH Kulonprogo akan menambah alat passive sampler di pintu masuk bandara. Gunanya untuk memantau kualitas udara di sekitar bandara.
“RTH penting untuk mengatasi dampak meningkatnya emisi gas buang. Namun untuk tahun ini anggarannya hanya untuk pemeliharaan,” kata Kahar.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Persampahan Air Limbah dan Pertamanan, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kulonprogo, Toni mengatakan, penambahan RTH dilakukan terakhir pada 2017. Baru dianggarkan lagi tahun depan.
“Pada 2018 dan 2019 kami fokus pemeliharaan dan perawatan RTH. Biaya perawatan RTH selama dua tahun Rp 360 juta. Bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD),” kata Toni.
Rencananya, dalam rentang tiga tahun ke depan, 50 hektare kawasan bandara akan dihijaukan. Setiap hektarenya akan ditanam 600 pohon penyerap polutan. (tom/iwa/fj)