GUNUNGKIDUL –  Sejak puluhan tahun silam, sejarah berdirinya Pemerintahan Kabupaten Gunungkidul sejatinya sudah terungkap. Namun dalam perkembangannya, ada potongan asal usul Bumi Handayani- julukan Gunungkidul- yang lenyap. Saat ini, ada upaya untuk menelisik kembali.

Secara tersirat dan tersurat asal-muasal pusat pemerintahan Gunungkidul telah terkuak. Pada 35 tahun silam, panitia hari jadi melacak jejak sejarah Gunungkidul. Waktu itu tersibak fakta sejarah, penelitian, pengumpulan data dari tokoh masyarakat, pakar serta daftar kepustakaan mengenai asal mula Gunungkidul. “Namun belakangan kami ditugaskan oleh Kepala Dinas Kebudayaan Gunungkidul Agus Kamtono untuk kembali menggali fakta baru sejarah Gunungkidul,” kata Kepala Bidang Sejarah, Bahasa dan Sastra, Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul Sigit Pramudiyanto, Kamis (25/7).

Secara garis besar Sigit menyampaikan, sejak dulu sudah ada dua versi asal usul berdirinya pemerintahan di Gunungkidul. Pertama, ada di Sumingkir/Sumingkar, (sekarang Padukuhan Gambiran), Desa Bunder, Kecamatan Patuk. Lokasi kedua berada di Pati (sekarang Desa Genjahan), Kecamatan Ponjong.

Namun pada masa pemerintahan bupati Gunungkidul kala itu telah dibuat keputusan. Ditetapkan, Kabupaten Gunungkidul dengan Wonosari sebagai pusat pemerintahan lahir pada hari Jumat Legi, 27 Mei 1831 atau 15 Besar Je 1758. Dikuatkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gunungkidul No : 70/188.45/6/1985 tentang penetapan hari, tanggal, bulan, dan tahun Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul yang ditandatangani bupati saat itu Drs KRT Sosro Hadiningrat tertanggal 14 Juni 1985.“Akan tetapi sejarah bisa saja berubah seiring dengan ditemukannya fakta baru,” ujarnya.

Pihaknya mengaku sudah memiliki data awal untuk memperkuat penelusuran jejak sejarah. Versinya hanya ada dua. Asal usul Pemerintahan Gunungkidul ada di Pati, Ponjong atau Sumingir, Bunder, Patuk.“Khusus di wilayah Kecamatan Patuk kami memperoleh data tambahan dari pemerintah Desa Bunder yang menyebut sejarah kantor Kadipaten Sumingkir,” ucapnya.

Kemudian diperkuat dengan adanya potongan cerita dari wilayah Desa Piyaman yang menyebut, pada masa itu, selalu ada pisowanan di Kadipaten Sumingkir. Semua data dikumpulkan, hingga akhirnya Sigit mengunjungi lokasi yang dimaksud.“Benar, di tempat itu ditemukan empat ompak dari batu hitam. Ada makam yang dipercaya oleh warga setempat sebagai pusara tokoh besar Kadipaten Sumingkir,” ungkapnya.

Meski ditugaskan untuk mengungkap tabir sejarah, pihaknya mengaku tidak mengajukan anggaran ke pemerintah. Tahap awal kerja secara marathon keliling kota, putar kampung hingga mengitari makam.“Kami ingin anak cucu mengetahui sejarah. Sekarang sudah terangkum sejarah berdirinya Pemerintahan Gunungkidul, akan tetapi bukan tidak mungkin suatu saat ditemukan fakta baru,” tegasnya.

Bahkan, tim sudah menemukan makam  R Suromejo yang sebelumnya belum ditulis keberadaan makamnya dalam sejarah Gunungkidul. Tim menemukan di Desa Patihan Wetan Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo. Hasil temuan akan dibahas terlebih dahulu dengan para tokoh yang diprediksi mengetahui sejarah Gunungkudul. (gun/din/zl)