SLEMAN – Dosen Universitas Aisyiyah (Unisa) Jogjakarta terus meningkatkan kualifikasi pendidikan akademiknya.  Kamis (25/7) lalu, Cesa Septiana Pratiwi yang merupakan bidan sekaligus dosen di program studi kebidanan Unisa telah menyelesaikan program PhD di School of Healthcare University of Leeds, Inggris. Ia mengambil topik penelitian mengenai layanan kesehatan mental pada ibu hamil hingga satu tahun setelah melahirkan (masa perinatal) di Indonesia.

Sebelumnya juga ada Mamnuah, dosen pengampu di program studi Sarjana Keperawatan Unisa juga berhasil meraih gelar doktor di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 23 Juli lalu. Dalam disertasinya, Mamnuah membahas proses recovery pada pasien skizofrenia di komunitas.

“Saya sudah berproses di bidang kejiwaan selama bertahun-tahun. Pada 2010 saya mendapat grand pengabdian dari Dikti untuk melakukan pengabdian di Kulonprogo. Di sana saya membentuk desa kesehatan jiwa, melakukan terapi dan psiko edukasi kepada keluarga. Kemudian pada 2015 membuat posyandu kesehatan jiwa,” ujar Mamnuah saat ditemui di kantornya, Jumat (26/7).

Latar belakang penelitian Mamnuah diawali atas rasa keprihatinan akan rendahnya kondisi kesehatan jiwa di wilayah Jogjakarta. “Angka gangguan jiwa bahkan melebihi angka nasional menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) pada 2018 dan 2019. Jogjakarta itu paling tinggi, terutama di Kabupaten Kulonprogo. Oleh karena itu saya melakukan penelitian di sana,” jelasnya.

Skizofrenia sebagai ganguan mental berat memiliki frekuensi angka kekambuhan yang cukup tinggi. Sehingga membutuhkan waktu perawatan lama dan biaya perawatan yang tinggi. Dampaknya, pasien skizofrenia kerap dianggap sebagai beban, baik oleh keluarga pasien maupun pemerintah.

“Atas penemuan itu saya ingin meneliti dan mempelajari proses recovery, mengapa pasien bisa kambuh dan ada yang berhasil sembuh,”  tandas Mamnuah.

Dalam penelitiannya ia menggunakan empat kelompok sampel, yakni pihak pasien, keluarga, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat. Stakeholders itu dilibatkan karena semuanya memiliki kontribusi besar untuk mencapai kesembuhan pasien gangguan jiwa.

Mamnuah kemudian memaparkan proses perjuangan pasien hingga mencapai tahap kesembuhan atau recovery. Yakni pasien perlu memiliki kesadaran untuk memahami dirinya sendiri, mengidentifikasi saat-saat kambuhnya penyakit. Setelah memahami, pasien akan merasa terpacu dan akan memiliki motivasi untuk sembuh.

Setelah memiliki motivasi, lanjut Mamnuah, mereka akan mulai bertindak untuk sampai pada tahap recovery. “Seperti secara aktif mencari pengobatan dan dukungan, baik psikologis maupun spiritual. Banyak tindakan yang dilakukan untuk mencari dukungan, termasuk srawung dengan masyarakat,” bebernya.

Apabila pasien tak memiliki pemahaman dan kesadaran akan penyakitnya, akan menghambat proses recovery pasien. Maka, stakeholders lain seperti keluarga, tokoh masyarakat, dan tenaga kesehatan, memiliki andil besar terhadap kesembuhan pasien.

“Keterlibatan mereka sangat dibutuhkan bagi pasien. Jadi jangan menganggap orang dengan gangguan jiwa sebagai beban,”  katanya.

Salah satu faktor yang menghambat proses recovery adalah adanya stereotip negatif yang dilekatkan pada pasien gangguan jiwa. Bahkan pelabelan ini juga dilakukan oleh tenaga kesehatan dan keluarga. “Mereka jadi tidak percaya pasien bisa disembuhkan,” ungkapnya.

Dikatakan, sudah saatnya mengatasi penyakit tersebut dengan pemberdayaan pasien. Yakni melalui sebuah proses recovery dengan dukungan dari lingkungan, masyarakat, pemerintah, dan tenaga kesehatan. (*/cr16/laz/by)