SLEMAN – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman menggandeng sejumlah perguruan tinggi untuk ikut mempercepat penanggulangan kemiskinan. Hingga saat ini, di kabupaten berslogan Sembada ini masih terdapat 63.462 kepala keluarga yang masuk kategori rentan miskin. Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun menjelaskan, secara persentase kemiskinan memang mengalami penurunan. Pada awal 2016 lalu sebesar 10,6 persen dan menjadi 8,77 persen pada 2018. Angak itu berasal dari 31 desa di sembilan kecamatan yang masih memiliki angka kemiskinan lebih dari 11 persen dari total jumlah penduduk. Persebaran kecamatan dengan masyarakat miskin berada di wilayah Seyegan, Prambanan, Minggir, Tempel, Cangkringan, Turi, Godean, Sleman, dan Mlati. Di Kecamatan Cangkringan yang memiliki penduduk yang sedikit, angka kemiskinan juga masih cukup tinggi. Dengan adanya pemberdayaan yang dilakukan oleh perguruan tinggi, diharapkan mampu menjadi upaya untuk memperbaiki masalah sosial yang ada. Oeh karena itu, Muslimatun berharap akan terwujudnya sinkronisasi aturan dan koordinasi yang baik terhadap pelaksanaan kegiatan dalam hal penanggulangan kemiskinan. Serta melakukan monitoring terhadap perkembangan keluarga miskin secara berkelanjutan. “Karena dalam penanggulangan kemiskinan, tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja,’’ tambah Muslimatun. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) UPN Veteran Jogjakarta Saptopo B Ilkodar menuturkan, untuk menanggulangi kemiskinan ada baiknya setiap perguruan tinggi mendampingi tim penanggulanan kemiskinan (TPK) desa maupun kecamatan. Mengingat ada berbagai macam perguruan tinggi dengan berbagai bidang ilmu di Sleman yang bisa melakukan pengajaran, pengabdian dan penelitian di wilayah tersebut. “Mungkin saja setiap universitas bisa memegang satu kecamatan, dan bisa memilih kecamatan atau desa dengan permasalahan yang bisa diselesaikan dengan metode yang telah diteliti,” tutur Saptopo. Dengan adanya bantuan TPK yang ada di tingkat kecamatan, desa, dan padukuhan, perguruan tinggi bisa dengan mudah menganalisis permasalahan yang mengakibatkan kemiskinan di wilayah tersebut. TPK dibentuk karena tingkat kabupaten yang beranggotakan kepala dinas dari instansi terkait tidak mengetahui keadaan riil masyarakat miskin. Tugas TPK, tambah Saptopo, akan membantu memahami profil dan peta miskin yang ada di wilayah tersebut. Ikut merumuskan cara membantu warga agar bisa mentas dari kemiskinan dan memanfaatkan potensi masyarakat setempat untuk membantu warga miskin. “Dan melakukan koordinasi dengan TPK di tingkat lainnya,” tambah Saptopo. Meskipun masih dalam tahap perencanaan dan koordinasi dengan seluruh perguruan tinggi, diharapkan cara yang dilakukan akan segera terlaksana dalam waktu dekat dan mampu menurunkan angka kemiskinan. (cr7/din/by)