SLEMAN – Daftar rumah sakit (RS) yang terdampak krisis keuangan BPJS Kesehatan bertambah panjang. Terbaru, RS Queen Latifa. Pengajuan klaim RS swasta tipe D ini menunggak Rp 2,8 miliar.

”Tunggakan itu per bulan Juni,” jelas Manager Penjaminan RS Queen Latifa Umiaton di kantornya Jumat (2/8).

Seretnya pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan, kata Umiatun, hampir terjadi setiap bulan. Meski, manajemen RS selalu mengajukan tagihan klaim secara on time.

”Ketika mengajukan belum tentu terverifikasi semuanya,” ucapnya.

Selain pembayaran yang tersendat, Umiatun mengeluh, aturan yang diterapkan BPJS Kesehatan sangat kaku. RS harus bekerja dua kali. Pertama, RS harus mengajukan besaran klaim plus jumlah pasien ke BPJS. Berikutnya, RS harus bersiap menerima konfirmasi ulang BPJS.

”Data yang diberikan tidak langsung diterima,” katanya.

Guna menutup operasional RS, Umiatun mengungkapkan, manajemen harus mengajukan pinjaman dana talangan dari bank mitra.

RSUD Sleman juga mengalami hal serupa. Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo menyebut tagihan klaim sejak bulan Mei belum terbayar. Nilainya Rp 6 miliar. Kendati begitu, Joko mengaku masih bisa memberikan toleransi.

”Kemungkinan akan dibayar pada Agustus,” jelas Joko Jumat (2/8).

Menurut Joko, RSUD Sleman sudah siap dengan telatnya pembayaran klaim. Manajemen RSUD telah menyiapkan dana khusus untuk menutup kebutuhan operasional. Dana cadangan ini bahkan bisa bertahan hingga empat bulan.

”Kami belajar dari pengalaman pada 2018,” kata Joko menyebut manajemen RSUD pada 2018 sempat kebingungan merespons keterlambatan pembayaran klaim. (cr5/zam/fj)