Sebelas siswa harus bersekolah di Polresta Jogja untuk sementara waktu. Para siswa dari SMA swasta di Kota Jogja ini sedang menjalani pendidikan karakter. Program ini merupakan wujud preemtif atas aksi tawuran beberapa waktu lalu.
DWI AGUS, Jogja
Kapolresta Jogja Kombespol Armaini menuturkan, pembinaan karakter merupakan program rutin jajarannya. Sasarannya adalah siswa yang terjerat kenakalan remaja. Langkah ini sebagai upaya edukasi agar tidak meningkat jadi aksi kriminalitas.
“Itu kejadian di Polsek Mantrijeron beberapa waktu lalu. Malamnya diamankan, lalu selama lima hari menjalani pendidikan karakter di Polresta Jogja. Memang tidak kami kenakan hukuman pasal, tapi kami dekati dengan cara lain,” jelasnya (1/8).
Perwira menengah dengan tiga melati di pundak ini menuturkan, ke-11 remaja ini adalah peserta angkatan kali kesekian. Program ini sejatinya sudah berjalan sejak lama. Pertimbangannya pendekataan premtif dirasa lebih efektif sebelum represif atau tindakan tegas.
Seluruh siswa diwajibkan datang pagi hari. Diawali dengan olahraga pagi sebelum berlanjut kajian. Materi yang disampaikan tidak hanya seputar pendidikan formal. Ada pula siraman rohani dalam satu sesi tertentu.
“Kamis juga ada dari Satpol PP Kota Jogja yang memberikan bimbingan. Kaitannya tentang kenakalan remaja dan bolos sekolah. Kalau untuk bimbingan agama, langsung dari Sat Binmas Polresta,” ujarnya.
Dalam pendampingan, jajarannya selalu menemukan fakta baru. Salah satunya adalah pembentukan geng pelajar gabungan. Terdiri atas beberapa sekolah yang melakukan koalisi. Tujuannya untuk mengganggu lawan dari grup sekolah lainnya.
Armaini mengakui setiap tahunnya geng-geng pelajar ini berubah. Termasuk dalam membentuk koalisi antarsekolah. Walau begitu, dia tidak mendukung aksi tersebut. Terlebih tujuannya adalah sebuah komunitas yang tidak berujung pada prestasi positif.
“Ada Sekutu, singkatan dari sekolah utara tugu, itu isinya gabungan beberapa sekolah. Lalu ada lagi Respect, itu gabungan juga. Ini tidak baik, apalagi tujuannya sudah jelek,” katanya.
Dalam ranah ini, dia meminta orang tua mengawasi anaknya. Beberapa laporan memang menyatakan anak baik saat di rumah. Faktanya beberapa anak justru terlibat kegiatan tidak semestinya. Salah satunya keluyuran pada malam hingga dini hari.
“Apalagi dalam kasus ini, ada yang bawa sajam dan sabuk gir. Sebenarnya kami bisa saja jerat kriminal, tapi lebih baik dibina. Keluarga harus ada peran kuat. Apalagi kalau dilihat dari jam keluyuran, itu kan ranah tanggungjawab orangtua,” jelasnya.
Armaini mengakui bibit kenakalan telah terbentuk. Sejatinya kenakalan hanya didorong oleh beberapa tokoh saja. Hanya saja kuatnya ikatan komunitas menjadikan kesepahaman. Atas dasar solidaritas akhirnya bertindak yang berujung melawan hukum.
“Itulah mengapa dalam pendidikan ini kami kuatkan karakternya. Membangun rasa disiplin, tanggung jawab dan bisa berpikir secara matang. Meredam emosi dan ego untuk memikirkan dampak jangka panjangnya,” katanya. (laz/by)