BANTUL – Direktorat Pembinaan Masyarakat (Ditbinmas) Polda DIY terus mengedukasi masyarakat tentang bahaya intoleransi dan radikalisme. Tak hanya berdampak pada hubungan sosial lingkungan setempat. Kedua permasalahan ini juga berdampak pada stabilitas di tingkat nasional.
Kasubdit Bintibsos Dit Binmas Polda DIY AKBP Sinungwati menuturkan upaya preemtif harus konsisten. Karena intoleransi dan radikalisme bisa masuk dari berbagai sisi. Bahkan dalam kehidupan sosial masyarakat di tingkat keluarga.
“Berawal dari sebuah pemikiran, bisa terwujud intoleransi dan radikalisme. Jika semakin dibiarkan bisa meningkat jadi sebuah aksi yang namanya anarkisme dan terorisme. Ini yang harus terus diantisipasi dengan berbagai pendekatan,” jelasnya saat penyuluhan di Balai Desa Tamanan Banguntapan, Bantul, Kamis malam (8/8).
Jogjakarta, lanjutnya, memiliki jargon City of Tolerance. Tentu dia berharap semboyan ini tak hanya menjadi rangkaian kata semata. Semangat dan aksi harus terwujud secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Walau begitu, diakui olehnya tak mudah menjaga semangat city of tolerance. Terbukti beberapa kasus intoleransi masih terjadi. Atas munculnya intoleransi, perwira menengah dua melati ini menduga ada yang salah dalam kehidupan bermasyarakat.
“Bisa jadi masyarakatnya belum paham bagaimana menjaga toleransi. Menghargai perbedaan sesuai dengan amalan Pancasila,” ujarnya.
Media sosial menjadi akar munculnya permasalahan sosial tersebut. Terbukanya informasi menjadi paparan bagi pengaksesnya. Sayangnya dalam media sosial tidak semua informasi bersifat baik dan positif.
Dunia maya, lanjutnya, seakan menjadi sisi dilematis tersendiri. Masyarakat bisa mendapatkan informasi dari belahan bumi manapun. Di satu sisi tanpa filter yang kuat juga menjadi awal mula lahirnya intoleransi dan radikalisme.
“Semua orang sekarang bisa mengakses internet. Tapi belum semuanya bisa bijak dalam mencerna informasi. Ada berita hoaks, justru dianggap benar. Harus saring sebelum sharing dan jangan mudah terprovokasi,” pesannya.
Pada tatanan ini, sejatinya masyarakat bisa bertindak secara mandiri. Sinungwati menuturkan masyarakat justru memegang peran terbesar. Diawali dari bijak dalam menerima, mengolah dan membagikan informasi dari sosial media. Terlebih jika informasi tersebut hadir dalam sebuah opini.
“Saat kesadaran tinggi, maka kejadian seperti intoleransi hingga radikalisme bisa ditekan. Masyarakat sendirilah yang paham akan kondisi harkamtibmas wilayahnya,” katanya.
Ditbinmas Polda DIY memiliki beragam program dalam menjaga semangat city of tolerance. Pada tingkat dasar ada polisi sahabat anak dan polisi cilik di PAUD dan Sekolah Dasar. Berlanjut dengan Saka Bhayangkara di tingkat Pramuka. Dikuatkan pula kehadiran Satmabhara di level perguruan tinggi.
“Mencegah intoleransi hingga radikalisme dengan menguatkan nasionalisme. Pancasila adalah kunci untuk mewujudkan Jogjakarta sebagai city of tolerance,” ujarnya.
Kepala Desa Tamanan Sriyanto menyambut positif diskusi oleh Dit Binmas Polda DIY. Dia berharap pendekatan berlangsung secara konsisten. Terlebih sasarannya adalah seluruh masyarakat. Mulai perangkat desa, tokoh masyarakat, hingga warga dalam lingkup luas.
“Karena untuk menjaga kondusivitas merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya kepolisian. Adanya pertemuan ini tentu bisa membuka wawasan seluruh elemen warga. Apalagi ada sesi tanya jawab, sehingga ada keaktifan warga,” katanya. (*/dwi/iwa/fj)