JOGJA – Dibandingkan dengan Jakarta, penduduk Jogjakarta bisa bernafas lega. Karena kualitas udara yang ada tidak separah di ibu kota. Meski begitu, masyarakat Kota Jogja harus tetap waspada. Terutama dalam menjaga kondisi udara dari polutan. Yang berasal dari kendaraan bermotor.

Kepala Seksi Pengendalaian Pencemaran Air, Udara dan Kerusakan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIJ Sri Handayani menjelaskan, tingkat ketercemaran di DIJ masih dalam ambang normal. Indeks pencemar udara di DIJ pada angka 35.

”DIJ masih dibilang cukup aman. Pada indeks di atas 50 itu sudah krisis dan perlu perhatian khusus,” kata Sri kepada Radar Jogja, Minggu (11/8).

Meski belum berada pada titik krisis pencemaran udara, masyarakat DIJ harus tetap waspada. Khususnya yang tinggal di Kota Jogja yang memiliki kendaraan. Sebab, penyebab pencemaran udara masih banyak disumbangkan dari arus lalu lintas. Dari lima kabupaten/kota lalu lintas Jogja menjadi daerah rawan pencemeran udara.

”Memang tidak setiap saat karena rata-rata pencemaran banyak terjadi di jam-jam sibuk saat kendaraan bermotor meningkat,” kata perempuan yang akrab disapa Nanik.

Hasil dari pengukuran DLHK DIJ, indeks kualitas udara di DIJ masih tergolong cukup normal berada di angka 80,25. Keberadaan pepohonan dan ruang terbuka hijau (RTH) di sejumlah titik dinilai cukup menjaga kualtas udara yang ada DIJ.

Hanya, untuk di wilayah perkotaan, dia menyebut keberadaan RTH dinilai masih cukup kurang. Sebab, sejumlah bangunan yang berdiri di Kota Jogja tidak memenuhi penyediaan ruang terbuka bagi tanaman hijau. ”Untuk kondisi Kota Jogja bisa dibilang masih sangat kurang dan perlu ditambah lagi,” terangnya.

Sejauh ini, DLHK sendiri belum melakukan kajian mengenai titik kritis pencemaran udara di DIJ dimasa mendatang. Namun, pihaknya berupaya melakukan penanganan dan pengendalian terhadap sumber-sumber penyebab polusi.

Yang terpenting, ingatnya, masayarakat harus lebih memperhatikan untuk melakukan perawatan terhadap kendaraan yang dimiliki. ”Agar kendaraan mengeluarkan emisi sesuai baku mutu,” katanya.

Sementara itu Anggota Komisi C DPRD DIJ Anton Prabu Semendawai mendorong kepada eksekutif untuk tegas menegaskan aturan. Terutama kepada kendaraan yang memiliki gas emisi di luar standar baku. ”Polusi terbesar di Jogja memang karena kendaraan. Maka dari itu, uji emisi harus lebih intens untuk mengurangi polusi yang ada,” tuturnya. (bhn/pra)