JOGJA – Sempat dikhawatirkan dengan munculnya kasus antraks, proses pemotongan hewan kurban di Gunungkidul berjalan lancar. Dari hasil monitoring dan evaluasi (monev) tidak ditemukan hewan kurban bermasalah dengan kesehatan.

Untuk memastikan itu semua, pihak terkait turun ke lapangan jauh hari sebelum perayaan Idul Kuban. Satu hari menjelang penyembelihan hingga hari H, ratusan petugas diterjunkan melakukan pemantauan dan pengecekan kesehatan hewan kurban.

Temuan kasus antrkas di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo beberapa waktu lalu menjadi kewaspadaan Pemkab. Daerah terpapar antraks menjadi fokus perhatian, mengingat ada penyembelihan dua ekor sapi. “Teridentifikasi satu ekor sapi dari lokal Grogol IV , Bejiharjo, satunya berasal dari Wareng, Wonosari,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Gunungkidul Bambang Wisnu Broto saat dihubungi Senin (11/8).

Menurut dia, indentifikasi asal muasal hewan kurban diperlukan untuk deteksi dini pencegahan antraks. Selain itu sehari sebelum penyembelihan petugas juga melakukan pemeriksaan suhu tubuh hewan kurban menggunakan termometer.

“Suhu tubuh dua ekor sapi di daerah terpapar antraks normal yakni, 38-39 derajat celcius. Kalau diatas 40 derajat celcius bahaya,” ujarnya.

Dia bersyukur deteksi gejala hewan ternak tidak sehat dengan pengecekan suhu tubuh hasilnya negatif, alias semua sehat. Tidak selesai sampai disitu, jika lolos dari pengecekan termometer, petugas masih memeriksa tekstur kulit pada hewan.“Apakah halus, mengkilat atau berdiri. Kalau kulit kasar berdiri kena cacing hati,” ungkapnya.

Bagaimana jika mengenali daging hewan kurban aman dikonsumsi? Kata dia, ciri fisik dapat dilihat dari bentuk limpa. Kalau limpa mengalami pembengkakan, semua daging hewan kurban yang disembeluh tidak boleh dikonsumsi. Harus dikubur karena berbahaya. “Ciri-ciri hewan ternak terkena antraks bagian limpa membengkak secara keseluruhan,” bebernya. (gun/pra/er)