SLEMAN – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) perubahan kedua atas Perda 5/2015 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pengangkatan Kepala Desa telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sleman. Pengesahan dilakukan Kamis (8/8).
Namun pengesahan raperda tersebut masih mendapatkan sorotan dari para kepala desa. Sebab aspirasi para kepala desa yang tergabung dalam Paguyuban Kepala Desa se-Sleman Manikwoyo pada Kamis (1/8) belum terakomodasi.
‘’Memang sudah disahkan. Tapi saya kira aspirasi dari para kades tidak terakomodasi,’’ kata Ketua Paguyuban Kepala Desa se-Sleman Manikwoyo Irawan (12/8).
Kades Triharjo tersebut mengatakan masih banyak kajian yang harus dilakukan. Termasuk memastikan kerahasiaan dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). “Ini (kerahasiaan) juga jadi pertanyaan kami saat ketemu dewan,” ujar Irawan.
Kerahasiaan tersebut juga menyangkut keamanan pemilih. Sebab hingga saat ini mekanisme Pilkades dengan e-voting masih belum disampaikan secara rinci. Dikhawatirkan identitas pemilih bisa diketahui.
Misalnya, pemilih dengan nomor antrean sekian memilih calon kades maka akan tercatat oleh sistem. “Sehingga dikhawatirkan orang lain tahu siapa pilihannya,” kata Irawan.
Dengan disahkannya raperda tersebut, mau tidak mau dia harus menerima. Pihaknya masih menunggu langkah yang akan diambil. Sebab, pelaksanaan Pilkades serentak akan dilakukan pada 2020. “Ini juga sebenarnya jadi perhatian, karena kalau mundur 2020 maka masyarakat yang dirugikan,” kata Irawan.
Dia menepis anggapan jika mundurnya pelaksanaan Pilkades akan berpengaruh terhadap momentum pencalonan. Sehingga memperkecil peluang petahana untuk bisa kembali terpilih.
“Tidak, kalau saya pribadi tidak khawatir dengan hal itu,” kata Irawan yang masa jabatannya habis pada 2019.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda tersebut Budi Sanyata menjelaskan Pilkades serentak akan dilakukan pada 2020. Sebab, jika setiap dua tahun sekali dilaksanakan Pilkades serentak belum semua desa bisa melaksanakannya.
“Hitungannya kan sebenarnya 2015, 2017, 2019. Di aturan juga sudah mengatur interval dua tahun itu. Tapi ternyata belum semua desa ikut proses yang enam tahun,” jelas Budi.
Dalam raperda itu ada dua klausul yang diubah. Yaitu metode pemungutan suara dari mencoblos diganti dengan e-voting dan waktu pelaksanaan dari 2019 menjadi 2020. (har/iwa/zl)