SLEMAN – Sejumlah calon tenaga kerja Indonesia (TKI) mendatangi Polda DIJ, Selasa (13/8). Mereka meminta polisi mengusut tuntas kasus penggelapan paspor yang dilakukan Harno, pemimpin LPK Yoga Mustika Persada.

Kuasa hukum pelapor Joko Supriyadi menjelaskan, Harno awalnya menjanjikan kepada para pelapor untuk bisa magang di Jepang. Tanpa melalui seleksi. Syaratnya dengan membayar uang Rp 45 juta. Para calon TKI ini dijanjikan bisa berangkat ke Jepang untuk magang di bidang pertanian sekitar bulan September hingga Desember 2017.

“Namun saat uang sudah dibayar lunas, sejak 2017 hingga saat ini anak-anak (calon TKI, Red) belum juga diberangkatkan,” kata Joko Supriyadi saat ditemui di Mapolda DIJ, Selasa (13/8).

Padahal, lanjut Joko, pihak LPK Yoga Mustika Persada telah membuatkan paspor. Namun karena paspor tidak kunjung dibagikan dan tidak ada kejelasan keberangkatan, para calon TKI itu pun pindah ke LPK lain.

“Karena tidak jelas berangkatnya, mereka ganti LPK. Saat mereka siap berangkat ke Jepang, ternyata dicekal di Bali,” jelasnya.

Pencekalan itu, kata Joko, buntut dari laporan Harno ke Polda DIJ. Ini terkait dugaan pemalsuan dokumen paspor yang digunakan para calon TKI untuk berangkat ke Jepang. Hingga saat ini, Joko mengatakan ada enam calon TKI yang gagal ke Jepang.

Salah seorang calon TKI Nanang Yuni Trianto mengaku tergiur oleh tawaran Harno. Sebab, dia dijanjikan bisa berangkat magang kerja di Jepang tanpa melalui seleksi.

“Tapi ya harus bayar Rp 45 juta. Saat Selasa kami tagih katanya uangnya sudah habis dari setahun yang lalu,” kata Nanang. Padahal, lanjut Nanang, uang itu ada yang dari hasil jual ternak, ada yang utang juga.

Sementara itu, Kabid Humas Polda DIJ Kombes Pol Yuliyanto mengatakan, ada dua laporan polisi yang diterima pihaknya. Dan, ada tiga pihak yang terlibat. Pertama, LPK A milik Harno. Kedua, LPK B. Dan ketiga, calon TKI.

Laporan pertama terkait kasus penggelapan paspor yang dilakukan oleh Harno dengan pelapor calon TKI. Kemudian laporan kedua yaitu setelah adanya informasi jika calon TKI akan berangkat ke Jepang. Harno, kata Yuliyanto, langsung membuat laporan polisi terkait pemalsuan dokumen.

“Jadi calon TKI ini melaporkan LPK A karena penggelapan paspor. Lalu ada LPK B yang menyanggupi memberangkatkan dan membuatkan paspor. Saat akan berangkat, LPK A ini melaporkan LPK B terkait dugaan pemalsuan paspor,” jelas mantan Kapolres Sleman ini.

Hingga saat ini, lanjut perwira menengah dengan tiga mawar di pundak ini, pihaknya masih terus mendalami kasus itu. Serta mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak. “Masih proses, sudah ada yang diperiksa,” bebernya.

Terkait pencekalan terhadap calon TKI di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Yuliyanto menegaskan, Polda DIJ tidak terlibat. Polda, tidak pernah meminta imigrasi untuk melakukan pencekalan.

“Kalau ada isu Polda DIJ atau penyidik memerintahkan imigrasi untuk mencekal, itu tidak benar. Walaupun bisa, tapi kami tidak pernah meminta untuk mencekal,” tandasnya.

Sementara itu, saat Radar Jogja berusaha menemui Harno di Kantor LPK Yoga Mustika Persada yang beralamat di Jalan Damai, Ngaglik, Sleman, yang bersangkutan tidak ada di tempat. Hanya ada satu staf yang berjaga. Kantor LPK itu menempati bekas Hotel Savitri.

Staf yang tidak bersedia dikorankan namanya itu membenarkan jika nama pimpinan di LPK tersebut adalah Harno. Namun dia tidak bisa berkomentar lebih jauh lagi. “Kalau menanyakan (kasus ini, Red) langsung ke pimpinan. Tapi sedang tidak ada di tempat,”  ujarnya. (har/laz/rg)