JOGJA – Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI menyelenggarakan Seminar Bela Negara di Perguruan Tinggi (PT), di Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM, di Sinduadi, Sleman, Rabu (14/8). Mengambil tema “Bela Negara Perspektif Generasi Milenial Dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0”.
Seminar ini, dibuka oleh Sesditjen Strahan Kemhan Brigjen TNI Kup Yanto Setiono. Dia sekaligus memaparkan potensi “Ancaman Radikalisme dan Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta)”. Ketua Prodi Magister Tannas Prof Dr Ir Armaidy Armawi menjadi Keynote Speaker, menjelaskan dalam seminar ini tentang “Peran Kampus Dalam Menangkal Bahaya Radikalisme dan Proxy War”. Kemudian dalam sesi Diskusi Panel, menghadirkan Peneliti Utama Center For Strategic and Defence Studies UI Dr DKS Nugraha SP MSi MBA GDC yang menyampaikan “Bela Negara di Era Revolusi Industri 4.0”.
Brigjen Kup Yanto menekankan arah kebijakan bela negara adalah menyiapkan warga negara agar mampu menghadapi ancaman dari luar yang membahayakan negaranya. Mampu mempertahankan kedaulatan negara jika dibutuhkan. “Seluruh rakyat Indonesia harus bersatu padu untuk mewujudkan konsep kekuatan bela Negara,” tuturnya.
Kasubdit Lingdik Ditjen Pothan Kemhan Kolonel Laut Lily Limanovlava menyampaikan, kegiatan ini adalah program 2019 yang dilaksanakan di lima perguruan tinggi. Yakni di UI, ITB, UGM, Unair, dan Unhas. Peserta kali ini 200 orang dari UGM dan UPN “Veteran” Jogjakarta.
“Kegiatan diinisiasi oleh Subdit Lingdik Ditjen Pothan Kemhan yang membawahi pendidikan bela negara dari tingkat PAUD hingga PT. Tujuan kegiatan ini adalah dalam rangka mencetak dan membina kader bela negara di lingkungan pendidikan,” ujarnya.
Kolonel Lily berharap landasan mental Pemuda Indonesia adalah Pancasila. Karena saat ini ancaman tidak hanya dalam bentuk ancaman militer tetapi juga ancaman nirmiliter, seperti ancaman pola pikir (mindset) yang ingin mengganti Ideologi Pancasila dengan ideology dari luar.
“Usia ideal untuk menanamkan semangat bela negara adalah sejak PAUD dan TK. Jadikan Ideologi Pancasila sebagai dasar sehingga mampu menjadi filter jika ada paham dari luar yang ingin mengganti Pancasila,” ungkapnya.
Prof Armaidy menjelaskan, tugas utama pendidikan tinggi adalah membangun watak dan karakter. Tugas pendidik adalah menarik keluar potensi perilaku yang baik dari anak didiknya. “Yang harus dimiliki Indonesia adalah karakter manusia dan karakter pemerintah yang baik, karena wilayah yang luas dan jumlah penduduk yang banyak sudah dimiliki,” ungkapnya.
Dr Nugraha menegaskan bahwa Era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 ditandai dengan tercerabutnya akar budaya manusia. Negara sudah tidak memiliki batas (borderless). Maka dari itu negara harus hadir dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam mengontrol SDA yang menjadi kebutuhan orang banyak. (*/pra)