GUNUNGKIDUL – Setiap orang berhak memiliki kehidupan yang lebih baik. Bermodal kerja keras dan pantang menyerah, warga di Padukuhan Gambiran, Desa Bunder, Kecamatan Patuk, Gunungkidul sukses menjadi kampung mandiri.
Padukuhan Gambiran, Desa Bunder, Kecamatan Patuk, Gunungkidul adalah kampung mandiri. Susah mencari pengangguran di kampung tersebut. Semua warga sibuk bekerja. Roda ekonomi kampung tersebut mulai bergerak sejak 2012.
Secara geografis, Padukuhan Gambiran terbelah menjadi dua bagian. Timur dan barat. Terpisah oleh pecahan aliran air anak Sungai Oya.
Bagian timur disebut wilayah Semingkar. Sementara sebelah barat disebut Gambiran. Dua nama berbeda. Namun, sebenarnya tetap dalam satu ”pemerintahan” yang sama yakni Padukuhan Gambiran.
”Ketika saya belum menjabat sebagai dukuh, cikal bakal warga menjadi pengusaha sudah ada. Candak kulak (kegiatan jual beli) kecil-kecilan dengan membeli barang apa saja dengan modal terbatas. Kemudian segera menjualnya lagi,” kata Dukuh Gambiran Sugiyem saat ditemui Jumat (23/8).
Dalam perkembangannya, modal yang berputar semakin tebal. Lalu ada tabungan. Diinvestasikan sesuai ukuran nominal.
Ada yang bergerak di bidang kuliner. Di antaranya, usaha tape, tempe, jajanan anak, dan makanan olahan.
”Hampir semua KK (kepala keluarga) memiliki usaha sendiri-sendiri,” ujarnya.
Dengan jumlah sekitar 90 KK dan 400 jiwa, kesejahteraan warga kian meningkat. Label kampung industri mulai disematkan secara alami di kampung itu.
Tercatat sejak 2012, Padukuhan Gambiran terus bersolek. ”Mulai ada usaha cetak batako. Saya juga memulainya waktu itu. Awalnya cetak batako untuk keperluan sendiri namun ujung-ujungnya diminati banyak orang,” ungkapnya.
Sugiyem menyatakan, hidup harus terus bergulir. Ketika awal merintis usaha memang sempat ditertawakan orang. ”Cetak batako sing arep tuku sapa (siapa yang mau beli),” ucapnya.
Pandangan miring tersebut tidak perlu dijawab dengan kata. Mereka terus bekerja. Akhirnya, mampu memberikan bukti.
Dengan modal semangat, sekarang usaha yang dijalankan sudah berkembang pesat. Selain cetak batako, mereka juga menyediakan perlengkapan bahan bangunan.
”Rupanya justru semangat ketika diremehkan. Lihatlah sekarang jadi kampung industri,” ungkapnya.
Semua warga sibuk. Bahkan, Sugiyem berseloroh, akibat sibuk bekerja warga sampai lupa cara untuk minta belas kasih dari orang lain.
Menurutnya, warga harus hidup mandiri dan kalau bisa justru memberi. Oleh sebab itu, angka pengangguran di kampungnya nyaris nol persen.
”Ada satu anak merantau melalui jalur sekolah. Di sini kalau mau mencari pengangguran sulit, karena sudah bekerja,” bebernya.
Dia berharap generasi milenial meniru sepak terjang generasi tua yang merintis pampung industri. Generasi sekarang dilarang pantang menyerah dan tidak boleh cengeng.
Masa depan harus diraih sesuai dengan cita-cita masing-masing. Tidak boleh malas. ”Semoga Gambiran ke depan semakin hebat lagi di tangan anak-anak muda,” pintanya. (gun/er)