SLEMAN – Sejak pukul 08.00, lebih dari 1.500 orang terlihat memadati Jalan Boyong, Pakem, Sleman. Wanita terlihat mendominasi kerumunan di mana seluruhnya mengenakan blus tradisional kebaya. Seolah tak mau kalah, peserta pria juga berpartisipasi meramaikan pawai dengan mengenakan surjan dan belangkon.

Ini merupakan rangkaian kegiatan Pawai Kebaya bertajuk 1.000 Kebaya untukmu Indonesiaku yang dihelat Hotel Griya Persada Kaliurang. Rutenya sepanjang 1,7 km, dimulai dari Museum Gunung Merapi (MGM) menuju Griya Persada Convention Hotel and Resort, Pakem.

Direktur Utama Griya Persada Sunarko Budiyanto  mengungkapkan, pawai kebaya digelar masih dalam rangka peringatan HUT ke-74 RI. Dia menjelaskan, sebagai bangsa yang merdeka, kita sebagai warga Indonesia memiliki misi untuk melestarikan budaya.

“Kalau dulu para pejuang memiliki misi untuk berperang, saat ini kita memiliki misi melestarikan budaya. Salah satunya adalah kebaya,” ucapnya di sela-sela kegiatan.

Menurutnya, kebaya merupakan salah satu warisan tradisi budaya Indonesia. Terdapat makna yang cukup dalam pada kebaya. Seperti kesederhanaan, sopan santun, dan budi pekerti. “Ini seiring pembangunan karakter budi pekerti yang baik,” jelasnya.

Dia berharap kegiatan ini bisa mengangkat tradisi budaya Jawa. “Kami tidak ingin hanya sekadar berbisnis, tetapi juga mengangkat tematik Jawa melalui acara ini,” katanya. Pihaknya juga menampilkan Tari Gambyok persembahan karyawan Griya Persada.

Tak hanya dihadiri masyarakat Sleman, kegiatan juga menarik perhatian peserta dari luar wilayah DIJ seperti Surabaya, Jakarta, dan Bandung. Beragam kalangan, mulai  pejabat, komunitas, masyarakat umum, dan kelompok difabel juga turut hadir.

Gusti Kangjeng Bendara Raden Ayu Adipati Paku Alam X memberikan apresiasi terhadap terselenggaranya acara serta para wanita yang hadir terlibat. “Kebaya merupakan pakaian warisan leluhur. Kalau bukan kita, lantas siapa lagi yang harus melestarikan,” ucapnya saat memberikan sambutan.

Momen ini menepis stereotip bahwa kebaya adalah busana tradisional yang kuno dan ribet. “Buktinya bisa dipakai untuk jalan-jalan, senam, dan joget. Kalau yang ribet hanya untuk acara-acara resmi saja,” lanjutnya.

Dia pun mengimbau kepada para peserta untuk dapat terus memperkenalkan dan menjaga eksistensi kebaya. (cr16/laz/fj)