RADAR JOGJA – Organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemprov DIJ bakal dipusingkan dengan penghentian penerimaan tenaga non pegawai negeri sipil (PNS) pada 2020. Apalagi, perekrutan PNS di lingkungan pemprov tidak memenuhi kebutuhan di setiap OPD.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DIJ Agus Supriyanto menyatakan, keberadaan tenaga harian lepas (THL) di lingkungan pemprov masih sangat diperlukan. Disebutkan, saat ini kebutuhan pegawai di lingkungan pemprov mencapai 15.000 pegawai.

Namun, saat ini pegawai pemprov hanya tinggal 10.000 pegawai saja. “Kalau tidak ada non-PNS, bisa kolaps kerja kami,” kata Agus, Rabu (11/9).

Pemerintah pusat melalui Kemenpan RB telah mengeluarkan surat edaran untuk menindaklanjuti pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Surat edaran itu berkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) 49/2018 tentang PPPK. Dengan begitu, pada tahun depan setiap OPD dilarang mengikat kontrak dengan pegawai non-PNS.

Disebutkan, kebutuhan tenaga non-PNS di lingkungan kerja pemprov sangat dibutuhkan. Terutama bagi tenaga pendidikan, kesehatan, dan bidang kebudayaan. “Seperti di kebudayaan. Pendamping desa budaya itu kan berasal dari non-PNS. Dan itu harus ada,” jelasnya.

Sedangkan Gubernur DIJ Hamengku Buwono X punya pandangan lain dengan diterapkannya kebijakan tersebut. Dia pun meminta kepada setiap OPD untuk menlakukan cek kembali apakah keberadaan pegawai non-PNS sudah proporsional sesuai kebutuhan.

“Saya khawatir yang PNS justru tidak bekerja, malah memerintah yang non-PNS. Padahal yang menikmati bonus siapa?,” kata HB X dengan nada tanya.

HB X pun  menginstruksikan OPD untuk melihat kekuatan anggaran pemprov untuk kebutuhan tenaga honorer. Jangan sampai keberadaan non-PNS akan menjadi beban. “Oleh karena itu dilakukan rasionalisasi,”  katanya.

Meski begitu, lanjut HB X, keberadaan pegawai non-PNS sebenarnya tetap dibutuhkan. Hanya setiap OPD harus mengetahui kebutuhan dan jenis jabatan serta beban kerja. “Hanya nanti yang menetapkan gubernur,” jelasnya. (bhn/laz)