RADAR JOGJA – Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Bahaya Tembakau (Gempaku) menggelar petisi untuk mendesak pemerintah menghapuskan diskon rokok. Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan program pengendalian konsumsi rokok di Indonesia.

Juru Bicara Gempaku Apridon Rosadi menyatakan, petisi tersebut dibuat untuk mengingatkan pemerintah terhadap dampak kebijakan diskon rokok.

”Diskon telah membuat rokok mudah dijangkau masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja,” kata Apridon di tengah-tengah peluncuran petisi di acara car free day di Jogjakarta, baru-baru ini.

Dia menambahkan, Gempaku memulai petisi #tolakdiskonrokok dari Jogjakarta. Masyarakat yang beraktiflvitas di acara car free day membubuhkan tandatangan dalam selembar kain putih sebagai bentuk dukungan terhadap gerakan ini.

Jogjakarta sengaja dipilih sebagai lokasi pertama karena kota ini dinilai punya sejarah panjang dalam perkembangan rokok di Indonesia. Jogjakarta juga merupakan kota pelajar  tempat mahasiswa dari seluruh Indonesia berkumpul.

Dia berharap berbagai elemen masyarakat yang ada di Jogjakarta dapat membawa pesan penolakan diskon rokok ini ke seluruh Indonesia. ”Kami berharap ini bisa menjadi inspirasi bagi daerah-daerah lain,” kata Apridon.

Selain petisi dalam acara car free day, Gempaku juga menggelar petisi melalui website change.org  dengan akses link https://www.change.org/p/menteri-keuangan-optimalisasi-penerimaan-negara-melalui-penghapusan-aturan-diskon-rokok

”Mereka yang tidak bisa hadir di Jogjakarta dapat memberikan dukungan dengan menandatangani petisi digital,” kata Apridon.

Mereka yang mendukung #tolakdiskonrokok juga dapat memberikan dukungan dengan memberikan mention di akun media sosial masing-masing. Menurut Apridon, media sosial yang digunakan adalah Twitter dan Instagram karena kedua platform ini dinilai banyak digunakan kaum milenial.

Saat ini diskon rokok diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dalam aturan tersebut harga rokok boleh di jual 85 persen dari harga banderol. Bahkan, bisa lebih murah lagi asalkan sebarannya tidak melebihi 40 kota.

Kebijakan tersebut merupakan turunan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 yang belakangan direvisi dalam PMK 156 Tahun 2018 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang berada di atasnya.  Ironisnya, Perdirjen tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang  Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dalam risetnya menyebutkan kebijakan ini menyebabkan negara kehilangan potensi pendapatan dari pajak penghasilan atau PPh badan sebesar Rp1,73 triliun. (yog/ila)