RADAR JOGJA – Keraton Jogja kembali menggelar tradisi budaya pembersihan pusaka-pusaka yang dimiliki atau jamasan. Tradisi ini digelar pada bulan Suro atau penanggalan bulan pertama pada kalender Jawa.
Ritual jamasan dilakukan Selasa Kliwon yang jatuh Selasa (17/9). Sejumlah abdi dalem mencuci dua kereta pusaka yang memiliki nilai-nilai sejarah. Pertama, dicuci Kanjeng Nyai Jimat di Museum Kereta Rotowijayan. Kereta ini merupakan peninggalan Sultan Hamengku Buwono I.
Setelah memandikan Kanjeng Nyai Jimat, pusaka berikutnya adalah Kereta Landower Ngabean yang merupakan titihan Sultan Hamengku Buwono VIII. Pencucian kereta dilakukan di depan museum.
Pemimpin Jamasan Kereta Keraton Jogjakarta Mas Wedana Rotodiwiryo mengatakan, Kanjeng Nyai Jimat sering digunakan oleh Sultan Hamengku Buwono I hingga Sultan Hamengku Buwono III. Kereta itu hadiah dari Gubernur Jenderal Jacob Mossel.
Dalam penanggalan Jawa, kereta itu dicuci pada setiap Selasa Kliwon. “Bisa juga Jumat Kliwon. Tapi biasanya yang diambil Selasa Kliwon,” terangnya.
Dikatakan, tradisi ini merupakan prosesi pembersihan benda-benda pusaka milik Keraton Jogja. Pembersihan dengan menggunakan air bunga dan jeruk nipis agar senantiasa terawat dan bersih.
Jamasan pusaka digelar selama dua hari bertempat di dalam dan di luar keraton. Jamasan di dalam keraton bersifat tertutup dan dilaksanakan Selasa (17/9) dan Rabu (18/9).
Dikatakan, untuk tahun ini kereta pendamping yang dijamas adalah Kanjeng Kyai Jaladara. Kereta ini dibuat pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono III dan difungsikan hingga Sultan Hamengku Buwono IV.
Bagi sebagian masyarakat, air bekas jamasan konon dapat membawa berkah dan keberuntungkan. Sehingga tidak mengherankan apabila antusiasme masyarakat cukup tinggi untuk menyaksikan secara langsung di lokasi jamasan.
Lebih lanjut Rotodiwiryo menuturkan, kereta yang dijamas ini merupakan dua dari 23 kereta yang berada di Museum Kereta Keraton. “Jika Kanjeng Nyai Jimat adalah kereta tertua, Kereta Landower adalah kereta termuda yang dibuat tahun 1927 pada era pemerintahan Sultan HB IX,” terangnya. (bhn/laz)