RADAR JOGJA – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sleman sejak Agustus 2019 mulai menyidangkan pemilik reklame yang melanggar aturan. Langkah proyustisia ini dilakukan setelah melalui beberapa tahap persuasif.
Kepala Bidang Penegakan Peraturan Perundang-undangan Satpol PP Sleman Dedi Widianto mengatakan langkah tersebut bagian dari menegakkan ketertiban. Sebab para pelanggar tidak merespons langkah persuasif sebelumnya. “Kami akan bertindak lebih tegas lagi,” kata Dedi, Jumat (27/9).
Membuat efek jera, Satpol PP Sleman menerapkan dual sanction system. Yaitu terhadap mereka yang tidak tertib perizinan dalam penyelenggaraan reklame ditindak secara administratif maupun pidana. “Jadi selain kena pidana denda atau kurungan, konstruksinya akan kami bongkar,” kata Dedi.
Hal tersebut diberlakukan pula terhadap mereka yang melanggar ketentuan penyelenggaraan reklame non-konstruksi. ‘’Kalau tidak berizin, akan kami tindak secara pidana sesuai ketentuan,” tegas Dedi.
Aturan tersebut berlaku untuk semua jenis reklame. Termasuk spanduk dan rontek. Bukan hanya reklame besar berkonstruksi.
Namun langkah yustisia ini merupakan langkah terakhir. Jika para penyelenggara reklame masih nakal dan tidak tertib aturan.
Satpol PP masih mengedepankan langkah persuasif dan argumentatif yang sifatnya nonyustisia. Tentunya dengan berbagai langkah prosedural yang bersifat administratif atau pembinaan.
“Namun untuk menciptakan kepastian hukum, keadilan untuk semua, serta azas kemanfaatan, maka upaya terakhir yang ditempuh adalah proses yustisia. Yang pada hakikatnya merupakan edukasi,” kata Dedi.
Dikatakan, aturan hukum berupa Perda 5/2011 tentang Bangunan Gedung. Terkait pelanggaran berupa kurungan dan denda, tertuang pada Pasal 37 Ayat (1) jo Pasal 24 Ayat (1).
Setiap orang yang melanggar diancam pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta. Pemilik atau pengguna bangunan gedung yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki IMB.
“Bagi pengusaha reklame, kami berpesan agar menaati kewajiban dan larangan dalam penyelenggaraan reklame. Agar tertib, sesuai estetika, dan memberikan kontribusi positif terhadap Sleman,” ujar Dedi.
Bagus Yuwono, 26, warga Ngaglik, mengapresiasi langkah Satpol PP tersebut. Dengan ancaman denda atau kurungan tinggi orang akan berpikir lagi saat mau memasang iklan media luar ruang.
“Karena selama ini reklame dipaku di pohon-pohon. Selain tidak sedap dipandang, kasihan pohonnya,” ujar Bagus. (har/iwa/rg)