RADAR JOGJA – Mendapat akses bantuan hukum (bankum) merupakan hak yang dimiliki kelompok miskin dan rentan untuk mencapai keadilan. Ini juga menjadi tanggung jawab negara sesuai amanah dalam UU No 16/2011 Pasal 14 ayat 1 tentang Bantuan Hukum.

Dalam implementasinya, pemberian bankum kerap mengaburkan esensi kelompok rentan. Misalnya hanya ditujukan kepada masyarakat miskin yang dibuktikan dengan adanya Surat Keterangan Miskin (SKM) dan sejenisnya.

Padahal ada beragam kelompok lain yang mapan secara finansial namun termarjinalkan. Misalnya lansia, perempuan, korban perdagangan manusia, kelompok difabel maupun kelompok marjinal lainnya.

Hal ini menjadi pembahasan utama dalam kegiatan audensi Raperda Bantuan Hukum Masyarakat Miskin dan Kelompok Rentan oleh Aliansi Masyarakat untuk Akses Keadilan (Alamak) ke DPRD DIJ, Jumat (18/10).

Direktur Lembaga bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Rina Imawati menuturkan, bentuk keadilan masih bersifat administratif. Ini yang harus menjadi perhatian.

“LBH APIK sebagai inisiator Perda bantuan hukum berharap agar Perda bisa di-goal-kan. Karena Jogja selain dikenal istimewa juga inklusif. Diwujudkan melalui Perda tersebut,” kata Rina.

Alamak juga menyerahkan naskah akademik dan policy brief mengenai Ranperda Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin dan Kelompok Rentan kepada perwakilan Komisi A dan D DPRD DIJ.

Wakil Ketua Komisi A DPRD DIJ Suwardi mengatakan, akan mengkaji naskah akademik yang terdiri dari 13 bab dan 34 pasal tersebut. Pengkajian rencananya juga dilakukan bersama Komisi D DPRD DIJ yang membidangi kesejahteraan masyarakat.

Naskah ini sudah didukung semua elemen kelompok masyarakat yang ada. “Karena ada dalam regulasi di UU kita, bahwa kelompok misikin menjadi tanggung jawab negara,” jelasnya. (cr16/din)