RADAR JOGJA – Sebagai wujud komitmen dalam membangun dan menggerakkan dunia kerelawanan, Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersama Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) melakukan re-launchingAkademi Relawan Indonesia (ARI), kemarin (20/10).
Bertempat di Dusun Gondanglegi, Pakem, Sleman, ARI diharapkan dapat menjadi wadah pendidikan bagi relawan-relawan tanah air.Serta sebagai wahana untuk memberikan pelatihanbagi masyarakat sehingga menjadi masyarakat tanggap bencana.Kegiatan dihadiri 80 peserta. Khusus untuk kepala cabang ACT dan pengurus MRI DIJ dan Jawa Tengah.
Untuk diketahui, markas ARI dulunya adalah kompleks Integrated Community Shelter bagi korban erupsi Merapi tahun 2010. ACT dan MRI mengubah fungsinya dan mematenkan menjadi Kawasan ARI pada akhir 2018.
Pembina ACT dan Presiden Global Islamic Philanthropy, Ahyudin menuturkan, kegiatan re-launchingditandai melalui kegiatan pelatihan bertajuk Kuliah Visi Kerelawanan dalam rangka mengeksplorasi visi misi kerelawanan. Mengingat Indonesia sebagai negeri rawan bencana. Kerja kerelawanan profesional menjadi kebutuhan utama. “Bencana tidak mungkin ditangani dengan sumber daya yang tidak profesional,” ungkapnya di sela-sela acara Senin (20/10).
Menurutnya, hadirnya relawan tidak bergantung pada ada dan tidaknya bencana alam. Karena ada bencana yang bersifat laten seperti kemiskinan sebagai bencana sosial. “Kita ingin berkiprah membantu dengan program bagi solusi solusi kemiskinan,” terangnya.
Program ARI memberikan pelatihan relawanselama tiga bulan. Diharapkan lulusan akademiakan memiliki mindset kerelewanan, konsep program kerelawanan, dandapat menginisiasi organisasi kerelawanan di lingkungan sekitar. “Jugamampu membuat program rill yang diterapkan di masyarakat,” tambahnya.
Dia melanjutkan, kerelawanan tidak hanya dianggap sebagai aktivitas fisik. Melainkan juga aktivitas narasi dan edukasi. Aktivitas kemanusiaan, kedermawanan, dan kerelawanan menjadi sebuah formulasi kerja kerelawanan.
Relawan jebolan ARI diharapkan memiliki mindset kerelawanan yang kuat, kemampuan merancang program, serta mampu mengorganisasi kerelawanan. “Yang punya kampus bisa ke kampus mendirikan organisasi kerelawanan di kampusnya,” ucapnya.
Ahyudin juga berencana memberikanpelatihanbagi seluruh pengurus OSIS di DIJ. “Pramuka, PMI, PMR, sudah mulai hilang. Organisasi kerelawanan alternatif perlu bisa hadir di lembaga pendidikan,” jelasnya.
Sedangkan Kepala ARI, Andri Perdana menjelaskan, relawan perlu mempelajari dan mempersiapkan segala bentuk mitigasi kebencanaan seperti gempa bumi, erupsi gunung berapi, banjir, kekeringan, angin puting beliung, dan kebakaran.
Beragam materi yang akan diberikan kepada peserta diantaranya materi dasar kerelawanan, disastermanagement, media, medis, dan philanthropy. “Relawan tidak hanya sekedar jumlah yang banyak namun juga ketrampilan yang berguna di masyarkat,” jelasnya. (Cr16)