RADAR JOGJA – Penyebab suhu cukup panas di wilayah DIJ dikarenakan gerak semu matahari yang masih berada di selatan equator. Dalam kondisi ini suhu minimum di malam sampai pagi hari berkisar 22-23 derajat celcius. Sedangkan maksimum di siang hari mencapai 31-32 derajat celcius.

Kepala Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi Jogjakarta Etik Setyaningrum menjelaskan penyebab lain udara menjadi terasa gerah di malam hari adalah adanya kandungan uap air (RH) yag cukup besar di udara. Kondisi ini menyebabkan adanya proses penguapan hingga pembentukan awan.

Dengan adanya tutupan awan ini, radiasi balik bumi ke atmosfer tertahan oleh awan. Sehingga tidak bisa keluar bebas ke angkasa namun dipantulkan kembali ke bumi. “Hal ini bisa menjadi pertanda wilayah DIJ memasuki transisi dari musim kemarau ke musim penghujan,” jelas Etik.

Menjelang masuknya musim hujan, Etik mengimbau kepada masyarakat agar mulai mempersiapkan diri. Khususnya dalam membersihkan drainase untuk menghindari adanya banjir. Serta memangkas cabang-cabang pohon yang sudah tua agar tidak roboh saat terkena angin.

Stasiun Klimatologi Mlati Jogjakarta Reni Karningtyas menuturkan cuaca panas ekstrem yang terjadi di Jogjakarta mulai Rabu (23/10) selama tiga hari yang mencapai suhu 40 derajat celcius di siang hari adalah hoaks.

Hal ini karena suhu maksimum terpantau berada pada 36 derajat celcius pada Senin (21/10). “Dan tren suhu menunjukkan penurunan,” tutur Reni.

Oleh karena itu, untuk menyikapi berita hoks yang marak di media sosial, Reni mengingatkan kepada masyarakat untuk tetap memastikan kebenaran berita dengan menglarifikasi kepada instansi terkait yakni BMKG. Serta tidak menyebarkan berita yang diterima sebelum memastikan berita adalah benar atau valid.

Kepala Unit Analisa dan Prakitaan Cuaca Stasiun Klimatologi Jogjakarta Sigit Prakosa menambahkan, aplikasi info cuaca yang berada di Android didapatkan dari data permodelan, yang mana produk berasal dari luar negeri.

Sedangkan data dari BMKG didapatkan dari pengamatan secara langsung menggunakan alat pengukur cuaca yang sudah dikalibrasi. “Oleh sebab itu pasti berbeda dengan data BMKG,” ungkap Sigit.

Sigit menegaskan untuk masyarakat tidak mudah percaya pada info cuaca yang ada di handphone berbasis Android. Mengingat data yang disajikan tidak bisa dilepaskan dari ketidak akuratan dan kevalidannya. Serta belum adanya verifikasi data dan akurasi prakiraan uaca di wilayah Indonesia oleh accuweather. (eno/din)