RADA RJOGJA – Ada yang bilang, setiap ganti menteri pendidikan, kurikulum juga ganti. Nah, ungkapan itu mendekati kenyataan. Itu setelah Mendikbud Nadiem Makarim telah mengundang sejumlah organisasi guru ke kantornya.

Dia ingin mendengar cerita dan solusi masalah pendidikan tanah air dari para guru. Dalam pertemuan pada 4 November itulah muncul wacana mengubah kurikulum.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim ikut hadir dan berdiskusi dalam acara tersebut. Menurut dia, rencananya, bahasa Indonesia, matematika, bahasa Inggris, serta pendidikan karakter berbasis agama dan Pancasila menjadi mata pelajaran (mapel) utama di SD.

”Karena itu, mapel bahasa Inggris dihapus untuk SMP dan SMA. Karena sudah dituntaskan di SD,” katanya seperti dilansir dari JawaPos.com.

Pembelajaran bahasa Inggris yang dimaksud Mendikbud Nadiem, lanjut Ramli, lebih difokuskan untuk mengajarkan percakapan. Bukan tata bahasa. Kemudian, untuk SMP, tidak boleh lebih dari lima mapel yang diajarkan kepada siswa.

Sedangkan di SMA maksimal ada enam mapel tanpa penjurusan. ”Siswa yang ingin fokus pada keahlian tertentu dipersilakan memilih SMK,” terang Ramli menirukan ucapan Nadiem.

Karena SMK fokus mengajarkan keahlian tertentu, muncul wacana untuk menggunakan sistem SKS (satuan kredit semester).

Dengan begitu, siswa yang dianggap pintar dan lebih cepat menguasai keahlian tertentu bisa lulus setelah dua tahun saja menempuh pembelajaran (kegiatan belajar-mengajar) di sekolah. Sedangkan siswa yang lambat menyerap ilmu bisa sampai empat tahun untuk lulus.

Menurut Ramli, Nadiem bahkan mengusulkan agar ujian kelulusan SMK tidak hanya normatif. Lebih ke praktis untuk mengukur keterampilan dan keahlian siswa. ”SMK tidak boleh kalah dengan balai latihan kerja yang hanya 3, 6, atau 12 bulan,” ujarnya.

Sementara itu, Nadiem menyatakan hanya mengikuti arahan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan dan mengelola sumber daya manusia Indonesia agar lebih maju.

Menurut dia, mengubah kurikulum itu tidak hanya mengubah konten. Esensinya adalah menyederhanakan dan mengubah cara penyampaian materi kepada siswa untuk tidak sekadar menghafal.

”Dan itu adalah PR (pekerjaan rumah, Red) saya untuk bisa mengubahnya. Tapi, itu bukan sesuatu yang bisa diubah dalam waktu cepat. Dibutuhkan pemikiran yang sangat matang dan masukan dari para guru dan pihak lain.

Jadi, penyempurnaan, penyederhanaan, dan perubahan kurikulum itu saya mengacu pada guru,” beber mantan CEO Gojek tersebut. Sebab, kata Nadiem, gurulah yang paling mengetahui apa yang dibutuhkan siswa-siswanya.

Menurut Nadiem, guru-guru era sekarang sudah canggih. Mampu menggunakan teknologi sebagai instrumen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Dengan teknologi, guru bisa bebas memilih konten seperti apa yang cocok dengan materi pelajaran. Dengan begitu, banyak inovasi yang akan muncul.

”Namun, yang perlu diingat, teknologi tidak bisa menggantikan peran seorang guru. Sebab, pembelajaran yang sesungguhnya adalah adanya koneksi batin antara guru dan siswa. Teknologi adalah alat, bukan segalanya,” tutur dia. (JPC)