RADAR JOGJA – Sudah sejak lama wilayah Kabupaten Sleman menjadi langganan bencana kekeringan. Setiap tahun. Selama musim kemarau. Sejauh ini droping air masih menjadi andalan pemerintah daerah. Untuk menanggulangi kekeringan itu. Kalangan swasta pun mengambil langkah serupa.
Anggota DPRD Sleman Respati Agus Sasangka menilai, droping air hanya solusi instan. Tidak permanen. Hanya bersifat insidental. Tapi tidak menyelesaikan akar masalahnya.
Kendati demikian, Ade, sapaan akrabnya, meyakini bahwa bencana kekeringan bisa ditanggulangi. Agar tak terus berulang.
Apalagi bencana kekeringan bisa diprediksi waktunya. Asal terjadi kemarau panjang, sebagian wilayah Kabupaten Sleman bisa dipastikan bakal dilanda kekeringan. Terutama kawasan pegunungan di Kecamatan Prambanan.
Bahkan pada musim kemarau saat ini kekeringan telah merambah kawasan barat Sleman. Sehingga menambah berat persoalan yang dihadapi petani di kawasan lumbung pangan Sleman tersebut. “Masalah ini harus segera dicari solusinya. Tentu saja solusi yang smart,” ujar politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu Senin (18/11).
Tiap kemarau petani selalu kesulitan mengairi sawah. Itu dulu. Saat ini bencana kekeringan tak hanya melanda para petani. Tapi sudah menjadi persoalan rumah tangga. Sebab, sumur-sumur warga ikut mongering. Tak sedikit warga yang kesulitan mendapatkan air bersih. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Seperti minum atau mandi. “Padahal wilayah Sleman itu kawasan resapan air,” katanya. “Terjadinya kekeringan itu karena keliru penanganan ekosistemnya atau lantaran memang belum terpikirkan penanganannya yang sesuai,” sambung sosok kelahiran 29 Agustus 1974.
Ade berharap ke depan Pemerintah Kabupaten Sleman membuat mekanisme baru penanganan bencana kekeringan. Dengan memanfaatkan metode yang cerdas. Berbasis teknologi. Sebagaimana semangat Pemkab Sleman saat ini yang terus menggencarkan program smart regency. Oleh karena itu penanganan masalah kekeringan pun harus smart pula. Misalnya dengan memetakan kawasan geologis yang mengandung sumber air sumur dalam. Mana saja lokasi sumber air sumur dalam yang memungkinkan untuk dieksplorasi.
Metode eksplorasinya juga harus berbasis teknologi modern. Terlebih saat ini semuanya serba digital. Kemajuan teknologi sangat mungkin dimanfaatkan pemerintah untuk penanggulangan bencana kekeringan. Sehingga solusi masalah kekeringan bisa tuntas dan menyeluruh. Supaya ke depan tak lagi menjadi persoalan bagi masyarakat.
Edukasi pemanfaatan air secara bijak juga harus lebih masif. Agar tercipta budaya hemat air oleh masyarakat. Pemerintah juga perlu membuat regulasi. Yang mengatur pemanfaatan air tersebut. Lengkap dengan sanksi atau punishment-nya. Bagi siapa saja yang melanggar regulasi tersebut. “Jika ada orang atau perusahaan yang memanfaatkan air secara ugal-ugalan ya harus ditindak tegas,” pinta tokoh asal Dusun Sanggrahan RT 003/RW 015, Tlogoadi, Mlati.
Lebih lanjut Ade juga menyoroti kondisi area bekas tambang pasir. Area tersebut harus direklamasi secara total. Guna memulihkan kondisi tanah dan sumber air di sekitarnya.(*/yog)