RADAR JOGJA – Gaya hidup yang tak sehat membuat seseorang usia produktif mulai dihantui penyakit degenerative, misalnya saja hipertensi. Parahnya, tekanan darah yang tak terkontrol di atas batas normal bisa memicu stroke.
Dilansir dari jawapos.com, Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) dalam Gerakan Peduli Hipertensi yang diwakili oleh Dokter Spesialis Saraf dr Eka Harmeiwaty, SpS, menjelaskan hubungan hipertensi dengan stroke.
Menurutnya, perlu dilakukan pengukuran tekanan darah sendiri (PTDR) atau home blood pressure monitoring (HBPM) untuk mencegah terjadinya stroke. ”Hasil Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan RI tahun 2018 menunjukkan prevalensi stroke berdasarkan diagnosis penduduk berusia di atas 15 tahun adalah 10,85 persen,” jelasnya.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada 2016, stroke menempati peringkat ke-2 sebagai penyakit tidak menular penyebab kematian. Stroke juga masuk peringkat ke-3 penyebab utama kecacatan di seluruh dunia.
”Hipertensi merupakan penyebab utama stroke di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Untuk itulah, mencegah dan mengobati hipertensi penting dilakukan dalam upaya mencegah terjadinya stroke,” tuturnya.
Stroke terbagi menjadi dua yakni stroke iskemik (sumbatan) dan stroke hemoragik (perdarahan). Angka prevalensi hipertensi pada orang dewasa di Indonesia meningkat dari 25,8 persen di tahun 2013 menjadi 34,1 persen di tahun 2018. Artinya, saat ini ada 3 di antara 10 penduduk Indonesia yang berusia 18 tahun ke atas adalah penderita hipertensi.
Eka menambahkan, berdasarkan Indonesian Stroke Registry yang dilakukan di 18 rumah sakit pada 2014, hasilnya menunjukkan dari 5.411 pasien stroke, 67 persen adalah penderita stroke iskemik dan 33 persen stroke hemoragik. Angka ini berbeda dengan data global yang menyebutkan insidens stroke iskemik adalah 80-85 persen dan stroke hemoragik 15-20 persen.
Dia menjelaskan, stroke iskemik disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang merusak elastisitas pembuluh darah di otak. Hal itu membuat dinding pembuluh darah menebal dan mempermudah terbentuknya plak. ”Keadaan ini akan membuat lumen pembuluh darah menyempit dan tersumbat. Akibatnya otak tidak bisa mendapat suplai oksigen dan nutrisi yang akan menyebabkan kerusakan hingga kematian sel saraf di otak,” ucapnya.
Ada pula stroke hemoragik. Hipertensi kronis menyebabkan penipisan dinding pembuluh darah arteri yang lebih kecil dan menyebabkan terbentuknya gelembung yang bisa pecah sewaktu-waktu.
”Darah yang keluar dari pembuluh darah akan menekan sel saraf di sekitarnya dan menyebabkan kerusakan. Tubuh mempunyai kemampuan mengabsorbsi darah, sehingga bila perdarahan tidak luas pemulihannya akan lebih baik dari stroke penyumbatan. Pendarahan luas tentu bisa berakibat fatal,” jelasnya.
Dia menjelaskan, gejala stroke selalu muncul mendadak. Gejala yang muncul berhubungan dengan fungsi bagian otak yang terkena, namun yang paling sering ditemukan adalah kelumpuhan ekstremitas satu sisi, kesemutan, sulit bicara, dan wajah berbelok. (jpc/ila)