RADAR JOGJA DIGITAL – Memasuki musim penghujan masyarakat diimbau untuk mewaspadai penyakit demam berdarah dengue (DBD) dan Leptospirosis. Di Kota Jogja sendiri kasus DBD mengalami peningkatan secara signifikan di tahun 2019.
Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Jogja Endang Sri Rahayu mengatakan, pada 2019 tercatat sebanyak 465 kasus DBD di Kota Jogja. Dari jumlah itu, satu kasus pasien di antaranya meninggal.
Berdasarkan laporan dari Dinkes, jumlah kasus tahun ini mengalami peningkatan signifikan. Pada 2016 terdapat 1705 kasus, 2017 terdapat 414 kasus, 2018 ada 113 kasus, dan 2019 sebanyak 465 kasus.
Menurut pengamatannya, penyakit endemik ini dipengaruhi oleh tingginya curah hujan. “Misal pada 2017 banyak panasnya, sehingga kasusnya berkurang. Ini erat hubungannya dengan curah hujan,” jelas Endang di kantornya, Sleman (16/12).
Sedangkan kasus paling banyak terdapat di Kelurahan Brontokusuman yakni 29 kasus. “Bulan ini trennya lagi menurun setelah puncaknya di Mei. Ya, beberapa bulan ini cukup rendah,” ucapnya.
Untuk meminimalisasi kasus, Dinkes gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait wabah penyakit di musim hujan. Tujuannya untuk meningkatkan kewaspadaan akan potensi gangguan kesehatan. “Pemkot juga sudah mengirimkan surat edaran beberapa bulan lalu,” terangnya.
Dia mengimbau kepada masyarkat untuk memperkuat pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Ini adalah cara yang paling efektif untuk mencegah hidupnya jentik-jentik. Caranya dengan 4M Plus, yakni menutup tempat air menggenang, menguras, mengubur atau mendaur ulang barang yang bisa menampung sisa-sisa air, serta memanjat.
Memanjat, misalnya memanjat talang guna mencari genangan air di atas, jangan sampai ada tempat bertelur nyamuk. “Sedangkan kalau menguras harus dikosek, karena jentik masih bersemayam di dinding,” katanya.
Masyarakat jangan segan untuk PSN minimal seminggu sekali. Diharapkan PSN bisa dilakukan di seluruh tempat hunian. “Kalau hanya kita yang bersih tapi tetangga tidak kan sama saja,” paparnya.
Cara lain adalah dengan menghindari gigitan nyamuk. Bisa mengenakan kelambu saat tidur dan menggunakan repellant seperti obat nyamuk dan lotion anti nyamuk. “Pakai kelambu itu masih relevan hingga saat ini, karena menjadi salah satu cara yang efektif,” paparnya.
Sedangkan potensi gangguan kesehatan lain di musim hujan adalah penyakit Leptospirosis. Disebabkan bakteri leptospira interrogans yang disebarkan melalui urine. Biasa ditularkan melalui air kencing tikus. “Tikus biasanya berkembang biak sangat cepat dan ada hubungannya dengan sampah,” ucapnya.
Jumlah kasus Leptospirosis di Kota Jogja tidak terlalu banyak namun tingkat kematian cukup tinggi. Sebab gejala awalnya menyerupai masuk angin seperti panas, pusing, nyeri otot, dan muntah-muntah. Sehingga masyarakat jadi kurang waspada. “Padahal penanganannya sederhana, obatnya antibiotik karena ini bakteri,” jelasnya.
Masyarakat dengan aktivitas yang memungkinkan terjadi interaksi antara kulit dengan urine tikus, sebaiknya memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala penyakit. Sebab deteksi infeksi hanya bisa dilakukan di fasilitas kesehatan.
“Misalnya ketika dia baru melakukan aktivitas seperti kerja bakti, habis dari sawah, kebun, atau bersih-bersih rumah,” jelasnya. Berdasarkan data Dinkes Kota Jogja, pada 2019 terdapat 21 kasus Leptospirosis dan tercatat satu pasien meninggal dunia. (cr16/laz/tif)