RADAR JOGJA – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja menuding pedagang asongan jadi salah satu sumber sampah di Malioboro. UPT Malioboro pun diminta bisa tegas menertibkan.

Kepala DLH kota Jogja Suyana mengatakan, jika dilihat spesifik dari sampah di kawasan malioboro adalah sampah dari bungkus dan tusuk sate serta tusuk cimol atau cilok. “Harusnya di situ (pedestrian Malioboro) bebas pedagang asongan. Itu solusinya,” tegasnya ketika dihubungi Radar Jogja, Kamis (26/12).

Dia menambahkan jika hanya pengunjung yang membawa minuman dan membuang sampah di malioboro akan cukup untuk membuang ke TPS maupun tempat sampah malioboro yang tidak hanya sedikit. “Lha karena yang banyak dari pedagang sate. Kalau untuk jangka panjang ya saya kira itu solusinya,” tambahnya.

Sementara itu Kepala UPT Malioboro, Ekwanto menanggapi terkait pedagang asongan sebenarnya sudah mulai ditertibkan secara bertahap. Mulai dari banyaknya pedagang asongan hingga sisi barat pedestrian yang kemudian dipusatkan hanya di sisi timur pedestrian. 

Dari sisi timur pun semakin diperketat jarak dari mal malioboro ke selatan sementara yang masih bisa pedagang asongan menjajakan dagangannya. 

“Dari mal ke utara, ini kami usahakan steril dari pedagang asongan. Ini untuk mempermudah pengawasan kami terkait juga dengan sampah,” jawabnya.

Pun disisi barat pedestrian malioboro tidak diperizinkan pedagang asongan hingga ke utara. Upaya lain juga ditempuh dengan menjalin komitmen dengan para pedagang asongan. “Jadi mereka harus bawa tas kresek sendiri untuk sampah yang dihasilkan dari mereka dibawa pulang. Itu juga upaya komitmen kami dengan mereka supaya mengurangi sampah,” tambahnya.

Terkait dengan solusi pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di kawasan Malioboro, Suyana menyebut salah satu upaya yang dilakukan yaitu telah menyediakan TPS Pringgokusuman. Disiapkan 24 jam akan dilayani pembongkaran. “Di sana (Pringgokusuman) nggak akan pernah penuh,” katanya.

Mantan Kepala Disperindagkoptan itu menegaskan, TPS Pringgokusuman dilayani 24 jam tidak akan penuh. Itu karena kontainer sudah penuh truk akan mengangkut untuk dibuang ke TPA. Dan berganti kontainer baru lagi. “Jadi ada terus yang kosong, truknya penuh buang sebelum buang truk yang kosong akan masuk,” ujarnya.

Dia menyebut yang menjadi persoalan sehingga ditolak warga, disinyalir karena sampah yang dibongkar hanya ditumpahkan di luar. Hal ini yang tidak diperbolehkan memang sehingga bagi yang membuang sampah di TPS tersebut harus memasukkan dan memindahkan dari truk sampah yang datang ke truk atau kontainer yang ada di TPS. “Kalau hanya di-sok saja ya pasti ditolak,” jelasnya.

Selain di TPS Pringgokusuman, TPS juga akan melayani satu truk kontainer di Taman Budaya, bantuan lagi di TPS deket parkiran mau masuk stasiun. “Tapi buangnya kalau di sini (TPS dekat stasiun) harus pukul 07.00, kalau tidak dimarahi polisi. Jadi disiplin, kalau mau tak kasih tiga tempat itu,” tegasnya.

Mantan Kepala Dinlopas Kota Jogja itu juga menyarankan membuang langsung ke TPST Piyungan, Bantul. Tahapannya pukul 09.00 sampah dibuang. Lalu kembali lagi sembari menunggu sampah kembali penuh untuk membuang di sore harinya. “Di sana (TPST Piyungan) ditutup pukul 17.00, pukul 15.00 mesti harus sudah buang,” ungkapnya. (cr15/pra/tif)