RADAR JOGJA – Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pusat KH Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, santri kini ditantang untuk memiliki intektualitas tinggi. Santri harus mampu mengikuti pesatnya perkembangan teknologi tanpa harus meninggalkan ajaran-ajaran agama.

Untuk itu, para santri dalam menghadapi era 4.0 harus memiliki skills yakni critical thinking, creativity, collaboration, dan communication. Critical thinking, yaitu santri harus berpikir kritis dalam melihat dan memahami dunia luar tanpa harus keluar dari akidah.

Kedua, creativity yakni santri harus dapat berpikir kreatif, misalnya saja menghasilkan sebuah karya yang memiliki daya jual tinggi. Ketiga, collaboration yaitu santri harus dapat menjalin kerja sama, bertukar pikiran dalam hal positif dengan sesama untuk menghadapi era ini.

“Kemudian communication, di mana santri dituntut juga harus mampu berkomunikasi dengan baik. Dengan komunikasi yang baik dalam menyampaikan gagasan atau ide, santri akan dapat bersaing dan siap dalam menghadapi era industri 4.0,” kata KH Abdul Ghaffar Rozin dalam Halaqoh Pengasuh Pondok Pesantren Se-DIJ dengan tema “Peran dan Tantangan Kemandirian Pesantren Era 4.0” di Aula SMA Ali Maksum, Krapyak, Jogjakarta, Sabtu (4/1).

Diakui Abdul Ghaffar, tak sedikit pesantren yang menghindari teknologi. Mereka melihat teknologi sebagai ancaman daripada sebagai wasilah. “Padahal sebenarnya anak santri sekarang sudah hidup di generasi Z, di mana ketika anak lahir sudah bersentuhan dengan teknologi seperti internet,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menambahkan, teknologi sangat penting di masa sekarang ini. Jika masih terkungkung dengan cara klasik dan tidak diimbangi dengan pesatnya dunia teknologi, maka akan tertinggal. “Teknologi mau tidak mau memang harus dilalui, dilewati. Peran pengasuh penting di sini yaitu dalam mengendalikan para santri,” katanya. (cr11/laz)